SERGAI - Tidak ada pilihan lain bagi KPU kecuali harus menjalankan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) Medan karena putusan Pengadilan TUN bersifat mengikat umum (erge omnes), maka kekuatan putusan pengadilan TUN sama dengan kekuatan peraturan perundang-undangan.

Hal ini disampaikan Dr. Ibnu Affan, SH., M.Hum Staf Pengajar Magister Ilmu Hukum UISU dan Ketua Lembaga Etik dan Hukum UISU menjawab pertanyaan wartawan, Kamis (19/11/2020).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan Nomor : 6/G/Pilkada/2020/PTTUN-Mdn yang dibacakan pada hari Kamis tanggal 13 November 2020 yang pada pokoknya membatalkan Surat Keputusan KPU Kabupaten Serdang Bedagai Nomor : 380/PL.02.2-Kpt/1218/KPU-Kab/X/2020 tertanggal 5 Oktober 2020.

Hal ini tentang Penetapan Pasangan Calon pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serdang Bedagai Tahun 2020 Yang Dinyatakan Negatif Atau Sembuh Dari Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yaitu Pasangan Calon Nomor Urut 2 Ir. H. Soekirman dan Tengku Muhammad Ryan Novandi, B.Bus., MIB.

Dan PT TUN Medan juga memerintahkan KPU Serdang Bedagai untuk mencabut Surat Keputusan KPU Kabupaten Serdang Bedagai Nomor : 380/PL.02.2-Kpt/1218/KPU-Kab/X/2020 tertanggal 5 Oktober 2020 tersebut.

Menurut Ibnu Affan, jika putusan pengadilan TUN telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), maka mempunyai kekuatan hukum sebagai berikut : 1) kekuatan mengikat; 2) kekuatan pembuktian; dan 3) kekuatan eksekutorial.

Apabila KPU tidak melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi TUN Medan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tersebut, maka KPU dapat dipandang telah melakukan Contempt of Court (penghinaan terhadap pengadilan) dan menurut Pasal 116 UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN, pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan TUN dapat kenai sanksi.

Apabila KPU beralasan tidak dapat melaksanakan putusan PT TUN Medan karena telah melewati batas waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 154 ayat (12) UU No. 10 Tahun 2016, maka alasan itu tidaklah dapat diterima secara hukum karena terlewatinya batas waktu itu disebabkan kelalaian KPU itu sendiri ketika menetapkan Paslon Soekirman - Tengku Muhammad Ryan Novandi yang semestinya sesuai tahapan ditetapkan pada tanggal 23 September 2020,akan tetapi diundur hingga tanggal 5 Oktober 2020.

Inilah faktor yang menyebabkan molornya seluruh tahapan pilkada sehingga proses pengajuan gugatan ke PT TUN Medan menjadi terlambat. Ini adalah fakta hukum (law in action) yang mestinya dijadikan landasan yuridis dan sosiologis bagi KPU untuk mengenyampingkan ketentuan Pasal 154 ayat (12) UU No. 10 Tahun 2016 (law in book).

Lebih lanjut Praktisi hukum dan mantan hakim ini menyebukan bahwa tindakan KPU Serdang Bedagai yang tidak bersedia melaksanakan putusan PT TUN Medan, akan mengakibatkan Pilkada Kabupaten Serdang Bedagai menjadi cacat hukum karena secara hukum Paslon Soekirman - Tengku Muhammad Ryan Novandi sudah tidak memiliki keabsahan dan legal standing lagi untuk maju menjadi peserta Pilkada.

Kalaupun Paslon ini terpilih akan menjadi cacat hukum dan sudah barang tentu dengan mudah dibatalkan oleh pengadilan.

Sementara posisi KPU yang secara sengaja melakukan pembangkangan terhadap putusan pengadilan dengan tetap mengiikutsertakan Paslon yang tidak sah dan cacat hukum menjadi peserta Pilkada merupakan tindakan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).

"Ini merupakan pelanggaran hukum resmi yang berakibat pada tindak pidana korupsi karena KPU menggunakan uang negara untuk proses pemilihan Paslon yang tidak sah (ilegal)," pungkasnya.