MEDAN - Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membahas dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pentingnya transparansi. Sebab

kasus penyalahgunaan dana BOS bukan lagi barang baru dalam dunia pendidikan.

Modusnya  mulai dari markup/down anggaran, proyek fiktif, hingga menyalahgunakan dana untuk kepentingan pribadi. Oleh karenanya, penting bagi seluruh elemen melakukan pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan.

 

Kegiatan edukator Antikorupsi ini menyasar empat sekolah, dua di Surabaya, SDN Kedung Cowek I, SDN Tanah Kali Kedinding I dan dua di Kota Medan, SMPN 6 Medan serta Yayasan Kristen Metodhist 5 Medan, dibawakan langsung Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut periode 2011-2019 Rurita Ningrum. 

 

Rurita menyampaikan bagaimana sebenarnya pengelolaan dana BOS yang baik.

 

"Ada beberapa hal yang bisa didanai BOS," ujarnya, Kamis (12/11/2020). Antara lain, lanjut dijelaskannya, pengembangan perpustakaan, penerimaan peserta Didik baru (PPDB), kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, evaluasi pembelajaran, pengelolaan sekolah, pembelian/perawatan alat multimedia pembelajaran, pembayaran honor, perawatan sekolah, langganan daya dan jasa, serta pengembangan profesi guru.

 

"Ini yang untuk SD dan SMP/sederajat ya. SMK atau SMA ada tambahan item lagi," jelas Hakim Adhoc Pengadilan Negeri (PN) Medan itu.

 

Selain dari itu, dana BOS tidak bisa digunakan dan beberapa larangan yang perlu diperhatikan oleh sekolah dalam pengelolaan dana itu. Antara lain tidak boleh disimpan untuk dibungakan, dipinjamkan kepada pihak lain, dibelikan perangkat lunak untuk laporan pengunaan BOS SMA/SMK, untuk studi tour, membayarkan iuran yang sudah didanai penyelenggara kegiatan (kecuali untuk menanggu biaya siswa/guru yang ikut dalam kegiatan).

 

"Tidak boleh juga membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru. Ada 10 lagi itemnya. Intinya tidak boleh digunakan selain ketentuan yang sudah ada sebelumnya," sebutnya. 

Penggunaan dana BOS itu, kata Rurita, semakin ketat saat ini.Apalagi sudah diatur oleh tiga kementerian sekaligus, yakni, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

"Skema dana BOS dilakukan dalam tiga tahap ya bapak ibu. Pertama, 30 persen. Kedua, 40 persen. Dan ketiga 30 persen. Sebesar 50 persen dari dana BOS bisa digunakan untuk pembayaran guru honor," tuturnya,

 

Ditambahkannya, meskipun tiga kementerian sudah melakukan pengetatan sistem, ia tidak menampik ada celah korupsi. 

 

Rurita juga menerangkan, pentingnya transparansi anggaran, yang mencakup tahap perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan. "Di ketiga tahap ini lah yang perlu diawasi. Sekolah harus transparan terkait hal ini. Dan guru maupun wali murid harus menanyakannya," terangnya. 

 

Meski begitu, warga sekolah punya hak menanyakan itu karena menyangkut pelayanan publik. Ada juga UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). "Sehingga bisa diadukan dulu ke internal. Setelah tidak mempan lalu ke inspektorat. Jika belum bisa, baru ke KPK. Ada kanal lapor di sana," ujar Rurita. 

 

Pada kegiatan tersebut, banyak peserta yang berbagi pengalaman mereka selama bersentuhan dengan dana BOS itu. Peserta sangat antusias dan terbuka dengan kondisi di sekolah mereka. 

Rurita pun mendorong sekolah untuk lebih transparan ke warga sekolah terkait dengan penggunaan dana BOS.

 

Mulai dari membuat situs sekolah, memajangkan penggunaan dana BOS di mading sekolah, serta laporan tahunan yang terbuka bagi guru, wali murid, dan siswa. "Sistem ini juga harus dikuatkan oleh kemauan kepala sekolah, guru, dan wali murid. Semua elemen harus mengerti peran mereka masing-masing," katanya. 

 

Inisiator Edukator Antikorupsi Edward Silaban merasa senang dengan pembahasan  tersebut. "Sebagai asisten Ombudsman RI Sumut, saya dapat ilmu baru terkait pengawasan ini," katanya. 

 

Sementara itu, inisiator lainnya, Fajar Anugrah Tumanggor berharap pelatihan itu bisa diterapkan di lingkungan sekolah masing-masing. "Kami ingin menumbuhkan bibit antikorupsi sedini mungkin. Untuk Indonesia yang lebih baik," ucapnya.