JAKARTA - Aktivis asal Riau, Nukila Evanty menegaskan, ada peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 60/2011 yang mengatur larangan pungutan biaya pendidikan pada SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama).

Pernyataan Nukila, menyusul pengakuan salah seorang wali murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) 167, Pekanbaru, Riau, mengenai pungutan biaya yang diminta langsung oleh seorang wali kelas di sekolah tersebut.

Kepada GoNews.co Rabu (11/11/2020) Nukila menegaskan, "pemerintah daerah Riau harus menjamin terselenggaranya program wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. (Permendikbud 60/2011, red) itu landasan hukumnya,".

Nukila melanjutkan, dalam peraturan menteri itu disebutkan bahwa sekolah yang melakukan pungutan wajib menyampaikan laporan pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana kepada:

a. orang tua atau wali peserta didik, komite sekolah, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, dan kepala dinas pendidikan provinsi;

b. bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah pertama terbuka, serta sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional;

c. gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk sekolah dasar luar biasa dan sekolah menengah pertama luar biasa; dan

d. menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang bertaraf internasional.

Ia pun mengajak masyarakat untuk lebih mengerti bahwa biaya pendidikan pada sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah & pemerintah daerah bersumber dari:

a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan/atau

b. anggaran pendapatan dan belanja daerah.

"Biaya pendidikan pada sekolah pelaksana program wajib belajar menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah. Ini masa pandemi semua orang susah," kata Nukila yang juga aktif di Koalisi Lawan Corona (KLC), sebuah kumpulan masyarakat sipil dalam bersikap menghadapi berbagai dampak pandemi Covid-19.

Menurut Nukila, pungutan yang telah terjadi pada siswa peserta didik dan walinya di SDN 167 Pekanbaru, sangat mungkin menyalahi aturan.

"Saran saya, buat aduan hukum ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) atau ke komisi pengawasan di daerah dalam hal ini Ombudsman setempat, kalau benar ada dugaan terjadi pungutan," kata Nukila.

KLC, lanjut Nukila, juga terbuka menerima aduan publik dan bersedia untuk memediasi bahkan mungkin mengadvokasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat.

"Semua yang terjadi di masa pandemi dan merugikan masyarakat marjinal, KLC siap membantu hukum dan non hukum. Masyarakat bisa menghubungi nomor whatsapp desk pengaduan KLC," tegas Nukila.***