JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menilai, masih dibutuhkan kajian mendalam untuk menjadikan zakat sebagai pengurang pajak warga negara, meski hal tersebut telah menjadi bahan diskusi berbagai pihak.

"(kajian harus, red) lebih komprehensif dengan mempertimbangkan keragaman serta perlu analisis yang lebih detail," kata Anis kepada wartawan, Sabtu (31/10/2020).

Kebijakan zakat sebagai pengurang pajak, kata Anis, juga membutuhkan political will dan dukungan penuh dari pemerintah serta kekuatan-kekuatan politik dan stakeholder/pemangku kepentingan lainnya.

"Sinergi dan integrasi yang lebih mendalam antara keuangan publik negara dengan keuangan sosial Islam, juga sangat diperlukan," kata Anis.

Selain itu, lanjut Anis, pemerintah juga perlu membuat desain perencanaan pembangunan nasional dan sinergi kebijakan yang kokoh untuk optimalisasi dan sinergi seluruh potensi keuangan negara.

"Keuangan publik negara, keuangan sosial Islam, dan dana-dana sosial masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan harus disinergikan dengan baik sebagaimana diamanatkan UUD 1945," kata Anis.

Dalam kesempatan yang sama, Anis juga menjelaskan, selama ini zakat telah masuk dalam pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) walaupun zakat belum berfungsi sebagai pengurang pajak. Namun sayangnya, Undang-undang No.11 tahun 2006 itu sampai saat ini belum bisa dilaksanakan.

Dalam konsep keuangan publik Islam klasik, kata Anis, posisi zakat adalah menjadi bagian utama dari penerimaan Baitul Maal yang dialokasikan secara terikat untuk para penerimanya. Dan dalam perkembangan mutakhir, berbagai negara muslim menetapkan zakat dengan kondisi yang beragam dari yang bersifat mandatory sampai voluntary.

"Dalam konteks NKRI, pengelolaan zakat (sebagaimana dituangkan dalam UU Pengelolaan Zakat) sampai hari ini masih menganut paradigma voluntary dan memberikan partisipasi masyarakat untuk mendirikan LAZ," kata Anis.

Menurut Anis, mengingat besarnya potensi zakat di Indonesia saat ini yaitu sebesar Rp500 triliun, "sudah selayaknya pemerintah segera mempersiapkan aturan pelaksanaan zakat sebagai pengganti pajak,".***