DAMPAK Pandemi Covid 19 ini memang terlalu besar. Bukan hanya banyak memakan korban tetapi menghentikan aktivitas olahraga. Begitu juga dengan rutinitas atlet dalam menjalankan program latihan tidak dapat dilakukan secara penuh. Tadinya, mereka yang berlatih di tempat pelatnas terpaksa bergeser menjalankan program latihan di rumah Kini, secara perlahan atlet telah memasuki kehidupan baru. Mereka tak bisa lagi menjalani kehidupan seperti biasanya tetapi wajib menjalani kehidupan dengan protokol kesehatan dalam upaya menghindari virus yang cukup mematikan tersebut. Ya, istilah populernya new normal dengan prinsip 3 M (Menggunakan Masket, Mencuci Tangan dan Menjaga Jarak).

Gelombang pandemi Covid 19 yang melanda dunia ini juga menghentikan jadwal single event maupun multi event. Bukan hanya babak kualifikasi saja dibatalkan tetapi pelaksanaan Olimpiade Tokyo yang semula dijadwalkan 2020 bergeser menjadi 2021. Begitu juga Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2020 diundur tahun 2021.

Praktis tahun 2020 ini memang tidak ada sama sekali single event maupun multi event internasional yang digelar. Kalaupun ada single event hanya tingkat nasional yang dilakukan beberapa cabang olahraga secara virtual. Rencana Kompetisi Bola Basket (Indonesian Basketball League-IBL) saja sudah dibatalkan sedangkan Kompetisi Sepakbola masih berjuang mendapatkan izin dari pihak kepolisian setelah jadwal semula Oktober tidak terealisasi.

Tidak ada yang menduga semua kegiatan olahraga terhenti. Namun, kita harus melihat ada keuntungan yang bisa dipetik dibalik pandemi Covid 19. Penundaan jadwal Olimpiade Tokyo dan PON Papua 2021 bisa dijadikan momentum penataan ulang pembinaan olahraga Indonesia. Apalagi, Komitmen Komite Olimpiade Internasional (IOC) sudah menyatakan tetap mempertahankan pelaksanaan Olimpiade ke depan berada di tahun genap.

Mundurnya pelaksanaan PON XX Papua 2021 dan keinginan Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh menjadi tuan rumah bersama PON XXI dilaksanakan pada tahun 2025 itu bisa dijadikan pegangan untuk menjadikan pelaksanaan PON pada tahun ganjil.

Boleh dibilang pelaksanaan PON di tahun ganjil seperti disampaikan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah saat menghadap Menpora, Zainudin Amali di Kantor Kemenpora Jakarta, Kamis (22/10/2020), itu mengarahkan olahraga Indonesia menuju era baru. Makanya, Kemenpora, KONI Pusat maupun induk-induk organisasi (PB/PP) patut memberikan dukungan.

Kenapa demikian? Usulan mendukung pelaksanaan PON XXI Sumut-Aceh pada tahun 2025 dan pelaksanaan tetap pada tahun ganjil itu bukan hanya menyelesaikan persoalan yang selama ini terjadi tetapi punya banyak keuntungan.

Masalah atlet yang lebih mengutamakan tampil di PON dalam rangka mengejar bonus dibanding memperkuat Kontingen Indonesia pada Olimpiade yang waktu pelaksanaannya hanya beberapa bulan sudah teratasi. Kemudian, jenjang atlet untuk tampil di multi event tertata lebih baik dengan cacatan pelaksanaan PON tahun 2025 dan tahun ganjil berikutnya minimal 6 bulan sebelum pelaksanaan SEA Games yang juga jatuh pada tahun ganjil. Dengan demikian, atlet terbaik dari hasil PON bisa punya waktu persiapan ideal untuk mencapai feak performance saat tampil di kancah event dua tahunan negara Asia Tenggara tersebut.

Dari sisi anggaran juga terjadi pengiritan dimana Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tidak perlu lagi mengalokasikan anggaran Seleksi Nasional (Seleknas) yang diajukan induk-induk organisasi (PB/PP) selama ini untuk menentukan atlet terbaik yang akan diterjunkan pada SEA Games.

Pelaksanaan PON pada tahun ganjil itu juga akan mendorong PB/PP untuk melaksanakan pemusatan latihan nasional (pelatnas) secara berkesinambungan. Sebab, atlet terbaik yang lahir pada SEA Games itu harus dipersiapkan menuju Asian Games dan Olimpiade. Dengan waktu pelatnas yang panjang itu, peluang atlet Indonesia untuk meraih prestasi di Asian Games dan Olimpiade seperti yang diinginkan Kemenpora bisa lebih terwujud. SEMOGA.

Oleh : Azhari Nasution/Wartawan Gonews.co Group dan Wakil Ketua SIWO Pusat