JAKARTA - Gelar perkara kasus terbakarnya gedung Kejaksaan Agung (Kejakgung) di Jakarta yang terjadi pada 22-23 Agustus menghasilkan kesimpulan tidak adanya unsur kesengajaan. Kesimpulan, setelah Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) bersama Dirtipidum Bareskrim Polri kembali menggelar ekspose bersama pada Rabu (21/10).

"Tidak ada kesengajaan. Jadi itu, nanti kenanya kealpaan (Pasal) 188 (KUHP)," kata JAM Pidum Fadil Zumhana usai gelar perkara bersama Bareskrim Polri, di Kejakgung, Jakarta, pada Rabu (21/10).

Fadil meyakinkan itu, karena hasil dari penyidikan di Bareskrim, tak menemukan adanya bukt-bukti terkait sabotase, pun rencana jahat untuk membakar gedung utama Kejakgung.

"Jadi yang dibicarakan berdasarkan alat bukti. Dan alat bukti mengatakan, karena kealpaan. Kealpaannya bagaimana, kita akan lihat perkembangannya di persidangan," terang Fadil.

Meskipun meyakini peristiwa kebakaran itu sebagai insiden yang tak tak disengaja, dari ekspose bersama kasus tersebut, Bareskrim, belum menyebutkan adanya tersangka kepada JAM Pidum. Karena itu, otoritas penuntutan, pun belum menerima pelimpahan perkara hasil dari penyidikan di Bareskrim.

"Tetapi, progresnya sudah maju. Dari Bareskrim, sudah punya bukti-bukti, dan mereka (Bareskrim) akan segera menetapkan tersangka," terang Fadil menambahkan.

Ekspose bersama kasus kebakaran Kejakgung ini, bukan pertama kali. Pada September lalu, tim dari JAM Pidum yang bertandang ke Dirtipidum Bareskrim untuk gelar perkara, sekaligus meminta penjelasan hasil penyelidikan dan penyidikan kebakaran.

Di Bareskrim, sudah ratusan orang yang diperiksa terkait insiden kebakaran tersebut. Termasuk dari kalangan pejabat tinggi Kejakgung yang ruangannya iktu terbakar, sampai pada petugas pelayanan (OB), pun para pihak ketiga yang sedang melakukan pekerjaan di gedung utama Kejakgung.

Sejumlah alat bukti, seperti rekaman video (CCTV), pun turut disita selama pemeriksaan. Akan tetapi, sampai sekarang, tim dari Bareskrim Polri, pun tampak lama menemukan tersangka.

Pasal 187 dan 188 KUHP

Pada 17 September, Mabes Polri pernah gelar perkara hasil penyelidikan terkait kasus kebakaran gedung Kejakgung. Saat itu, pihak Bareskrim menyimpulkan ada dugaan peristiwa pidana serta meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan.

"Dari beberapa temuan di TKP serta olah TKP oleh rekan-rekan Puslabfor menggunakan instrumen gas chromatography-mass spectrometer (GC-MS) serta pemeriksaan 131 saksi dengan menggunakan alat poligraf/uji kebohongan, ahli kebakaran (untuk periksa asal api dengan teori segitiga api) dan ahli pidana, maka penyidik berkesimpulan terdapat dugaan peristiwa pidana," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/9).

Penjelasan panjang-lebar Listyo ihwal ditemukannya bukti-bukti di tempat kejadian perkara kebakaran, saat itu berujung pada kesimpulan untuk meningkatkan status kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan dengan menerapkan pasal 187 KUHP dan 188 KUHP. Di mana, Pasal 187 menjelaskan, "Bahwa siapa pun yang dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, maka ia akan diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi barang, dan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika perbuatan tersebut membahayakan nyawa orang lain."

Kini, setelah disimpulkan bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus kebakaran Gedung Kejakgung, penyidik tidak menggunakan pasal 187 KUHP. Penyidik Bareskrim saat ini hanya menggunakan pasal 188 KUHP dan segera mengumumkan tersangka.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono hari ini membantah anggapan, bahwa ada perubahan pasal dalam penyidikan kasus kebakaran Gedung Kejakgung. Ia memastikan pihaknya sebelumnya menyampaikan dua pasal yang bisa menjerat tersangka, yaitu pasal 187 KUHP terkait unsur kesengajaan dan Pasal 188 KUHP terkait unsur kelalaian.

"Kita ngomongnya dua pasal, dari awalnya kita menyampaikan Pak Kabareskrim menyampaikan dua pasal, kita tunggu besok. Saya tidak ingin mendahului penyidik," ujar Awi saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/10).

Bareskrim Polri dijadwalkan melaksanakan gelar perkara pada Jumat (23/10) untuk menetapkan tersangka.

"Untuk gelar perkara sendiri internal rencananya besok pagi, nanti rekan-rekan sama-sama monitor bagaimana keputusannya, karena itu yang memang kita tunggu terkait penetapan tersangka," ujar Awi.

Respons DPR

Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mengingatkan kembali pernyataan yang pernah disampaikan Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang mengatakan bahwa ada dugaan pidana dalam kasus terbakarnya Gedung Kejakgung.

"Saya melihat adanya perubahan daripada apa yang disampaikan Kabareskrim pada saat pertama kali rilis bahwa kebakaran gedung Jaksa Agung adalah sabotase atau disengaja. Terus kemudian sekarang bisa berubah seperti itu," kata Wihadi kepada Republika, Kamis (22/10).

Ia pun menyoroti keakuratan pernyataan Kabareskrim ketika menyampaikan ada dugaan pidana pada kasus terbakarnya Gedung Kejakgung tersebut beberapa waktu lalu. Sejauh mana pernyataan tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan didukung oleh bukti yang kuat.

"Sekarang setelah dalam penyidikan maka timbul pertanyaan apakah ini diintevensi ataukah ada tekanan sehingga dikatakan tidak ada kesengajaan," ujarnya.

Wihadi berharap kepolisian bisa menjelaskan secara transparan terkait hal tersebut. Penjelasan secara transparan diperlukan agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

"Ini saya kira tanggung jawab polri untuk menjelaskan harus dibuka secara transparan sebenarnya mana yang menyebabkan ini kemungkinan ada sengaja dan mana yang menjadikan bahwa ini menjadi tidak terbukti ada kesengajaan," ucapnya.

Anggota Komisi III DPR Habiburrokhman juga menanggapi terkait temuan yang disampaikan penyelidikan dan penyidikan gabungan Kejaksaan Agung (Kejakgung) dan Bareskrim Polri yang mengatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus terbakarnya gedung Kejaksaan Agung. Ia berharap penyelidikan dan penyidikan berlangsung secara transparan.

Habiburrokhman mengatakan, bahwa Komisi III DPR akan minta penjelasan secara detail dari Kepolisian dan Kejaksaan Agung pada rapat kerja setelah reses selesai.

"Yang paling penting proses penyelidikan dan penyidikan tersebut bisa berjalan secara transparan dan memenuhi ketentuan yang hukum terkait," kata Habiburrokhman kepada Republika, Kamis (22/10).***