JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya meminta aparat keamanan untuk belajar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Permintaan itu menyusul terus berulangnya intimidasi, serangan dan sensor terhadap para jurnalis saat meliput. "Tentu kami mengecam perilaku buruk yang menabrak aturan. Tapi kecaman ini sudah berulang kali teriring senyampang dengan aksi intimidasi, serangan dan sensor yang terus berulang," tulis AJI dalam pernyataan sikapnya, Jumat (9/10).

"Pada akhirnya kami simpulkan, aparat keamanan belum terliterasi terkait aturan yang ada. Untuk itu, kami meminta aparat keamanan mau kembali membuka dan belajar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers," lanjut pernyataan mereka.

Berdasarkan laporan terbaru yang diterima AJI Surabaya, terdapat lima peristiwa intimidasi dan penyensoran terhadap jurnalis saat meliput di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (8/10) lalu.

Laporan itu antara lain, intimidasi yang dilakukan dua anggota polisi terhadap fotografer portalsurabaya.com, Ahmad Mukti. Ahmad dipaksa untuk menghapus file-file foto hasil liputannya. Ia pun sempat menghapus file liputannya karena merasa terancam.

Kemudian jurnalis CNNIndonesia.com, Farid Miftah. Sejumlah polisi berusaha merampas dan membanting ponsel Farid lantaran mereka tidak terima Farid mendokumentasikan aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepada massa demo yang tertangkap.

Photo Jurnalis CNNIndonesia TV, Agoes Soekarno juga sempat diintimidasi aparat karena merekam momen polisi menghentikan ambulans dan menganiaya orang yang ada di dalamnya. Agoes diminta untuk tak merekam dan menghapus rekaman yang ada.

Hampir sama dengan Agoes, Photo Jurnalis CNNIndonesia TV lainnya, Gancar Wicaksono juga dipaksa aparat untuk menghapus file yang menampilkan aparat menganiaya demonstran yang tertangkap.

Terakhir, Miftah Faridl, koresponden CNN Indonesia TV empat kali bersitegang dengan aparat yang memaksa dirinya untuk menghapus file gambar liputan miliknya maupun milik jurnalis lainnya.

Lihat juga: Jurnalis Dipukul Aparat dalam Demo, Polisi Minta Lapor Propam
AJI mengaku paham tensi dan situasi di lapangan saat itu terjadi. Namun, tugas jurnalis merekam apa yang terjadi secara jujur dan sesuai kode etik jurnalistik.

"Tensi panas yang dihadapi aparat dan demonstran, tidak bisa menjadi pembenar aksi penyerangan, intimidasi dan sensor," tulis AJI.

Dengan belajar isi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, AJI berharap aparat keamanan bisa memahami fungsi dan tugas jurnalis di lapangan

"Mungkin dengan literasi, aparat keamanan bisa meninggalkan jalan kekerasan termasuk kepada para jurnalis. Kecaman tak mengubah apapun. Karena itu, pada akhirnya kami ingin ucapkan selamat belajar," demikian pernyataan AJI.***