JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan, MPR RI akan membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis, sebagai penegak kode etik terhadap setiap anggota MPR RI.

Saat ini tahapan pembentukannya sudah di setujui dan disepakati, tinggal pematangannya diharapkan bisa segera selesai dalam waktu dekat. Walaupun DPR RI dan DPD RI secara kelembagaan telah memiliki badan/mahkamah kehormatan untuk menegakkan kode etik bagi masing-masing anggotanya, tidak menjadi rancu apabila MPR RI juga memiliki badan/mahkamah kehormatan, yang selain bertugas mengadili atas dugaan pelanggatan etik, tapi juga melakukan pembelaan sesuai kode etik yang ada atas berbagai tuduhan, tudingangan atau fitnah pelanggaran etik terhadap anggota.

"Karena masing-masing lembaga memiliki pedoman dan tata kerja yang berbeda, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik lembaga. Melalui penegakan kode etik dari ketiga lembaga tersebut justru akan memperkuat harkat dan martabat anggota perwakilan dalam lembaga MPR, DPR, dan DPD sebagai pengemban amanat rakyat," ujar Bamsoet usai memimpin Rapat Gabungan Pimpinan MPR RI dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD, di Ruang Rapat Pimpinan MPR RI, Jakarta, Selasa (6/10/20).

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, sebelum membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis, MPR RI terlebih dahulu akan memutakhirkan Kode Etik MPR RI yang terakhir diterbitkan pada tahun 2010. Mengingat adanya perkembangan tugas dan alat kelengkapan MPR RI saat ini yang berbeda dengan MPR RI periode 2009-2014 pada saat peraturan Kode Etik tersebut diputuskan.

"Selain itu, Rapat Gabungan juga memutuskan menambah jumlah personil Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI (K3 MPR RI) dari semula 45 orang menjadi 55 orang yang terdiri dari pakar ketatanegaraan maupun mantan anggota MPR RI. Jumlah pimpinannya pun ditambah, dari semula 1 Ketua dengan 4 Wakil Ketua menjadi 1 Ketua dengan 5 Wakil Ketua dari kelompok DPD RI," jelas Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, penambahan tersebut didasarkan pada tugas berat yang akan di emban K3 MPR RI, khususnya dalam mengkaji dan merumuskan pokok-pokok pikiran yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan. Salah satunya menyangkut urgensi menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai road map pembangunan nasional.

"Selain PPHN, K3 MPR RI juga punya tugas berat lainnya. Antara lain mengevaluasi status hukum/keberlakuan Ketetapan MPR/MPRS yang masih berlaku, khususnya yang diatur dalam Pasal 4 Ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003, menyusun kajian/telaah BAB I, BAB II, dan BAB III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membantu MPR RI menata sistem hukum dan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara, penataan kekuasaan kehakiman, maupun pelaksanaan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, sebagaimana rekomendasi MPR RI 2014-2019 kepada MPR RI 2019-2024," pungkas Bamsoet. ***