JAKARTA - Di tengah derasnya kritikan dari berbagai pihak terkait maraknya penyunatan masa hukuman para koruptor sejak Artijo Alkostar pensiun sebagai Hakim Agung, Mahkamah Agung (MA) kembali memutuskan menyunat masa hukuman koruptor.

Rabu (30/9/2020), giliran masa hukuman Anas Urbaningrum yang disunat MA, dari 14 tahun menjadi 8 tahun atau dikurangi 6 tahun.

''Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah dengan pidana denda Rp300  juta apabila tidak diganti maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,'' kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Republika, Rabu (30/9).

Andi mengatakan, MA mengabulkan permohonan PK Anas pada Rabu (30/9) siang. Dalam putusan PK yang diadili Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial, Sunarto dan anggota majelis yaitu Andi Samsan Nganro serta Prof M Askin tersebut terdapat beberapa alasan.

Pertama, uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

Alasan kedua, dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.

Ketiga, tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.

Alasan keempat tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.

Kelima, hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.

Alasan keenam, proses pencalonan sebagai ketum PD tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat dalam rangka pencalonan Anas menjadi ketua umum. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.

Ketujuh, uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.

Alasan kedelapan, dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.

Sementara alasan kesembilan, MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Sebelumnya, di tingkat Pertama atau Pengadilan Tipikor Jakarta, Anas dihukum 8 tahun penjara, namun di tingkat banding menjadi 7 tahun.  KPK kemudian mengajukan kasasi terhadap putusan itu sehingga Mahkamah Agung memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara ditambah denda Rp5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan dan masih ditambah hukuman pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik.

Tidak terima atas putusan kasasi, Anas mengajukan PK pada Juli 2018. Dalam putusan PK yang baru diputuskan Rabu (30/9) siang tersebutlah MA mengurangi lagi hukuman Anas menjadi 8 tahun.

Namun, untuk pidana tambahan, yakni pencabutan hak politik, majelis PK tetap menghukum Anas tak boleh dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Anas selesai menjalani pidana pokok. Untuk uang pengganti, tidak ada perubahan yaitu Anas harus mengembalikan uang Rp 57 miliar dan 5,2 ribu dolar AS.***