JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengeluarkan peraturan presiden (perpres) tentang pengadaan vaksin Covid-19 kepada masyarakat. Hal itu disampaikan Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Airlangga Hartarto usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (28/9).

Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati menyambut positif rencana pemerintah tersebut. Menurut Anis, regulasi pengadaan vaksin korona diperlukan untuk kepastian hukum terkait seluk-beluk pengadaan vaksin Covid-19 dan pelaksanaan vaksinasi.

Soal anggaran pengadaan vaksin, Airlangga sebelumnya mengatakan total biaya yang dibutuhkan mencapai Rp37 triliun untuk jangka 2020-2022 dengan estimasi uang muka Rp3,8 triliun pada 2020 dan pada RAPBN 2021 telah dialokasikan Rp18 triliun.

Anis yang juga anggota Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR meminta pemerintah transparan dalam menggunakan anggaran pengadaan vaksin tersebut. Ia pun mendorong semua pihak agar turut mengawasi jalannya pengadaan vaksin corona.

"Perlu kita awasi dan kita kawal penggunaan anggaran negara ini sesuai dengan peruntukannya," kata Anis dalam keterangan pers, Selasa (29/9/2020).

Pada Agustus lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan bahwa anggaran untuk pengadaan vaksin korona telah dialokasikan, yakni diambil dari program PEN khususnya klaster kesehatan yang penyerapannya masih lambat. Perkiraan anggaran sebesar Rp 23,3 triliun pun diusulkan untuk pemanfaatan program kesehatan, salah satunya dialokasikan untuk pengadaan vaksin corona.

Anis menyebut serapan dana PEN masih sangat rendah. Ia meminta pemerintah serius dan teliti dalam menggunakan anggaran negara. Di tengah kemerosotan ekonomi seperti sekarang, efisiensi anggaran mutlak diperlukan guna mencegah terjadinya krisis yang lebih dalam.

“Saya mendorong Pemerintah untuk bekerja lebih sigap dalam melakukan belanja negara,” tegas Anis.

Keluhan Anis terhadap realisasi anggaran oleh pemerintah berkaca pada PEN per 17 September 2020 yang mencapai angka Rp254,4 triliun, atau 36,6% terhadap pagu anggaran PEN yang sebesar Rp605,2 triliun.

Jika dilihat per kelompok program, realisasinya adalah kesehatan (Rp18,45 triliun atau 33,47%), perlindungan sosial (Rp134,4 triliun atau 57,49%), sektoral K/L atau pemda (Rp20,53 triliun atau 49,26%), insentif usaha (Rp22,23 triliun atau 18,43%), dan dukungan UMKM (Rp58,74 triliun atau 41,34%). Program pembiayaan korporasi bahkan sama sekali belum terealisasi dari anggaran 53,57 Trilyun.

"Serapan dana yang masih rendah ini saya kira menjadi catatan buruk bagi Pemerintah," ujar Anis.

Legislator dari DKI Jakarta ini menjelaskan, jika pertumbuhan realisasi hanya 20% per bulan hingga akhir tahun, maka realisasi serapan dana PEN hanya akan mencapai 50-60% saja. Lalu jika sekarang baru ada satu program saja yang mencapai 50%, maka sampai akhir tahun diperkirakan maksimal hanya 50% serapan anggaran yang sudah disediakan.

"Artinya, akan ada dana lebih dari 300 trilun yang tidak terserap untuk penanganan Covid-19. Rendahnya serapan anggaran ini menyebabkan tujuan utama program PEN belum terasa dan belum dinikmati rakyat," jelasnya.

"Jadi, kita dorong pemerintah bekerja sigap, melakukan belanja dan mengoptimalkan dana serapan PEN, dan kita dorong pemerintah dapat merealisasikan rencana pengadaan vaksin ini, karena inilah yang ditunggu-tunggu masyarakat," pungkas Anis.***