JAKARTA - Lembaga Penelitian, Amcolabora, menggelar diskusi webinar bersama Dewan Perwakilan Rakyat (RI) dan Pemerintah bertajuk ‘Kelembagaan, Koordinasi dan Partisipasi: Masukan untuk RUU Penanggulangan Bencana’.

Diskusi yang berlangsung pada Sabtu (15/8/2020) itu, menghasilkan kesimpulan dan kesepakatan bahwa RUU Penanggulangan Bencana sangat krusial dan ditunggu oleh seluruh masyarakat Indonesia saat ini.

“Kita sepakat bersama-sama untuk mengawal proses RUU tersebut untuk penguatan penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia, serta berkontribusi bagi pembelajaran (lesson learnt) bencana ke dunia,” kata Direktur Amcolabora yang juga Juru Bicara KLC, Nukila Evanty dalam pernyataan tertulis, Sabtu.

RUU Penanggulangan Bencana, setidaknya memuat enam aspek perubahan yakni; Kelembagaan, Perencanaan, Pendanaan, Penyelenggaraan, Kebijakan, dan Kapasitas (SDM, IPTEK, Big Data).

Keseluruhan aspek ini, kata Nukila, secara sistem harus diperkuat bersama untuk mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana. “Perlu ada pembicaraan dan titik temu antara pemerintah dan badan legislatif tentang pola kerja dan bentuk lembaga yang menangani bencana dan bagaimana kolaborasi kewenangan antar lembaga dan stakeholder agar dihasilkan respon dan ketahanan bencana yang optimal baik pra-masa tanggap daurat-pasca bencana,”.

Oleh karena itu, lanjut Nukila, RUU Penanggulangan Bencana ini ke depannya tidak hanya memperkuat kelembagaan penanggulangan bencana dengan nuansa koordinasi-komando-pelaksana, tetapi juga nuansa kolaborasi, berbasis pentahelix.

Diskusi virtual tersebut telah menyadarkan pentingnya penguatan peran daerah baik secara kelembagaan, kontribusi pembiayaan dan leadership yang perlu terus diupayakan, seiring dengan upaya perkuatan peran dan partisipasi masyarakat sipil sebagai perpanjangan langsung semangat inklusifitas dan peningkatan literasi publik dalam semua aspek pembangunan, termasuk kebencanaan.

“Bencana dan dampak krisis yang kita hadapi saat ini harus menjadi momentum untuk mereformasi penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui RUU Penanggulangan Bencana dengan bertujuan untuk memperkuat Sistem Nasional Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Ketahanan Bencana pada unit/skala terkecil yaitu desa/RT&RW/komunitas/keluarga/individu. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan MHEWS yang berbasis komunitas dan untuk komunitas,” kata Nukila.

Sebagai kesimpulan akhir, Ia memungkasi, mindset Indonesia sebagai supermarket bencana harus diubah menjadi mindset opportunity, yaitu Indonesia sebagai laboratorium bencana. “Hal ini tentunya perlu diiringi kapasitas dan ketangguhan seluruh masyarakat Indonesia dalam menghadapi ancaman dan risiko bencana,”. 

Hadir dalam diskusi tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, TB. Ace Hasan Syadzily, Direktur DTTP Kementerian PPN/Bappenas, Velix Wanggai, Penasihat Utama Pujiono Center, Puji Pujiono, dan Bernardus Wisnu Widjaja (Deputi Strategi BNPB).***