MEDAN - Sistem pemberantasan korupsi yang direkomendasikan, belum dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh Pemerintah Kota Medan. Karenanya, budaya koruptif masih terus terjadi. Pernyataan ini diungkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar, Sabtu (8/8/2020).

Menurut Lili, selain sistem yang masih belum berjalan dengan baik, penegakan hukum juga belum maksimal. “Jadi itu semua sambung menyambung. Misalnya, APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) yang belum berjalan maksimal dalam pengawasan. Dan KPK tidak bisa menjalankan sendiri dalam pemberantasan korupsi,” ungkapnya.

Untuk itu, Lili mengharap peran serta masyarakat dalam pemberantasan ini. Karena tidak bisa berjalan sendiri, satu sama lain pasti ada hubungannya.

“Jadi tidak bisa dikatakan sistem pencegahan korupsi yang belum baik. Satu dengan yang lainnya bersambungan. KPK sifatnya secara pencegahan sudah maksimal. Sosialisasi, diseminasi, pendampingan, monitoring, kemudian merekomendasikan beberapa perbaikan aturan-aturan yang ada, telah dilakukan,” tuturnya.

Lalu, sambung Lili, KPK juga memastikan bahwa hal itu sudah sampai tahap mana rekomendasi dilaksanakan. “Sekarang, soal lelang ada kesadaran tinggi, soal gratifikasi ada kesadaran tinggi, sistem sudah mulai dibangun perlahan-lahan. Memang perbaikan sistem dan prilaku koruptif itu, tidak bisa serta merta dihilangkan. Tapi perlahan-lahan dikurangi, itu bisa,” ucap dia.

Oleh sebab itu, Lili meminta kepada masyarakat, kalau tahu itu korupsi, jangan dilakukan. “Jangan dibiasakan,” terangnya.

Terkait kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Medan yang akan digelar 9 Desember 2020 nanti, Alumnus Fakultas Hukum UISU Medan ini, Lili menyarakan warga untuk menjadi pemilih yang cerdas. “Memilihlah dengan cerdas. Bahwa dalam lima tahun ke depan, semua ditangan masyarakat. Apakah kota kita, daerah kita mau benar-benar sejahtera dan baik. Maka pilihlah pemimpin yang berintegritas, profesional dan yakin bahwa dia mampu untuk menjalankan amanat rakyat,” tutur dia.

Untuk para calon-calon kepala daerah, Lili pun mengungkap bahwa sudah ada rambu-rambu yang ditetapkan. “Bagaimana dia melakukan pendaftaran, harus mengikuti mekanisme yang ada. Dan jangan menggunakan politik uang. Karena tidak akan pernah sehat, dan tidak akan pernah memberikan kecerdasan bagi masyarakat,” pesannya.

Terkait budaya korupsi di Kota Medan, Koordinator Eksekutif Sentra Advokasi Untuk Hak Dasar Rakyat (SAHDAR), Ibrahim menilai, budaya pencegahan korupsi di Kota Medan belum maksimal.

“Kenapa? Walaupun sebenarnya Sumatera Utara, khususnya Medan daerah yang di supervisi oleh KPK, tapi ternyata tidak terjadi perubahan,” ungkapnya.

Hasil pemantauan SAHDAR, setiap tahunnya tren korupsi selalu terjadi peningkatan, meskipun grafiknya tidak meningkat signifikan tapi tidak pernah ada menunjukkan tanda-tanda penurunan.

“Ini mungkin bisa terjadi karena kultur birokrasinya yang kita lihat sampai saat ini belum berubah,” kata dia.

Agar angka korupsi di Kota Medan dapat diturunkan, Ibrahim juga menyarankan agar masyarakat mulai merubah budayanya. “Mulai dari penegak hukum yang harus lebih progresif. Kita melihat penegakan hukum belum maksimal dalam memberantas korupsi. Tapi yang paling penting bagi kami, peran sertanya masyarakat. Karena dalam banyak kasus, tidak bisa kita bantah juga adanya masyarakat yang masih permisif,” terangnya.

Maksud permisif jelas Ibrahim, misalnya untuk hal yang kecil, misalnya dalam mengurus surat kelurahan atau mengurus berkas di kantor perizinan, ada yang selip sedikit dikasih uang. “Jadi semuanya berdampak. Makanya penting peran masyarakat ini. Masyarakat juga harus konsisten dalam upaya pencegahan korupsi dan bersama-sama memantau apa pembangunan yang terjadi dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan di Kota Medan,” tandasnya. (*)