JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyatakan dana Program Organisasi Penggerak (POP) senilai Rp595 miliar diusulkan dialihkan untuk pengadaan hotspot internet gratis bagi pelajar dan mahasiswa.

“Daripada bikin ribut bin gaduh, alihkan saja dana POP itu untuk 52,5 juta pelajar dan mahasiswa di seantero negeri ini agar gratis mengakses pembelajaran daring,” kata Fikri di sela kegiatan reses, Kamis (6/8/2020).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengungkapkan program organisasi penggerak (POP) yang digagas Mendikbud Nadiem Makariem telah membuat gaduh di masyarakat, dan memicu gelombang protes dari beragam kalangan. Sebut saja organisasi masyarakat terbesar seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, hingga PGRI menyatakan mundur dari kepesertaan program.

“Protes ini kami tampung dan dianggap mengusik rasa keadilan oleh banyak elemen masyarakat tersebut, minimal ada pelanggaran etis yang terjadi dalam prosesnya,” ujar Fikri.

Karenanya, ia mendesak agar program organisasi penggerak ini ditarik dari pelaksanaannya, “Minimal ditunda dulu dalam rangka kaji ulang,” usulnya.

Ia juga mengusulkan agar daftar isian pelaksanaa anggaran (DIPA) khusus POP direvisi menjadi program lain. “Usulan saya adalah mengadakan hotspot-hotspot internet gratis yang tersebar di tiap RW, minimal kantor desa/ kelurahan, khususnya untuk pelajar dan mahasiswa yang berjumlah lebih dari 52,5 juta orang,” katanya.

Dia menambahkan, program ini disesuaikan dengan kondisi pandemi yang masih berlangsung, yakni tetap dalam protokol kesehatan ketat. “Pelaksanaannya bisa bergantian atau dijadwal sesuai jenjang sekolah siswa/ mahasiswa di tiap titik hotspot,” ujarnya.

Disamping itu, pengadaan banyak titik hotspot bertujuan agar mengurangi konsentrasi massa yang berkumpul. “Idealnya di tiap RW ada, atau displit lagi menjadi beberapa titik, misalnya tiap RT ada hotspot, hal ini bisa saja kombinasi antara dana pemerintah sebagai stimulus dengan swadaya masyarakat di lingkungan tersebut,” urai FIkri.

Fikri juga menjelaskan mengenai proses alih-mengalihkan anggaran yang menjadi hal lumrah di masa pandemi ini. “Sudah biasa kok pemerintah naik-naikan anggaran tanpa persetujuan DPR atas alasan darurat pandemi, tinggal acc Menteri keuangan saja,” cetusnya.

Dia menyontohkan soal DIPA yang sudah keluar sebelum proses pembahasan anggaran mitra dilakukan di DPR RI. “Kita (DPR) menolak cuma jadi penonton saja atas semua kebijakan anggaran, jadi fungsi anggaran DPR akan tetap kami perjuangkan atas nama konstitusi UUD 1945, termasuk ubah-ubah DIPA,” tegasnya. ***