DALAM rangka menyambut Muktamar ke-48 Muhammadiyah yang sedianya diadakan tahun ini namun ditunda sampai wabah corona hilang atau sebagian besar wilayah Indonesia sudah kondisi hijau, terdorong keinginan saya menulis tentang Muhammadiyah sebagai suatu gerakan Islam. Saya menulis tidak ada maksud lain, kecuali kecintaan saya terhadap Muhammadiyah. Lebih kurang 20 tahun saya aktif, mulai dari ranting sampai menjadi ketua Muhammadiyah Daerah.

Kita tahu bahwa Muhammadiyah itu sebuah gerakan, yaitu gerakan Islam, gerakan dakwah dan gerakan tajdid. Intinya adalah bahwa organisasi Muhammadiyah itu sebagai suatu pergerakan, selalu bergerak baik fisik maupun non fisik. Dengan pemikiran-pemikiran dan amal-amal usahanya Muhammadiyah sudah mencapai umur 108 tahun (lebih satu abad).

Kita lihat ke belakang, pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan mempunyai cita cita; Pertama, dengan Muhammadiyah umat Islam Indonesia dapat mencontoh Nabi Muhammad cara hidup beragama, baik tauhidnya, akhlaknya maupun muamalahnya. Kedua, dengan Muhammadiyah dapat hendaknya mempersatukan umat Islam Indonesia dari segala keragamannya. Ketiga, dengan Muhammadiyah umat Islam Indonesia dapat dijadikan umat yang berani mengorbankan harta, tenaga, pikiran untuk kemajuan dan keluhuran agama Islam.

KH Ahmad Dahlan mempunyai keyakinan, andai kata agama Islam diamalkan dengan baik dan benar, bangsa Indonesia tidak mungkin mengalami hidup dan kehidupan yang demikian bodoh, jorok, dilecehkan, berpecah-pecah dan mudah dijajah.

KH Ahmad Dahlan juga mengingatkan pengurus Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah itu sebenarnya ada di ranting, bukan di cabang, daerah maupun wilayah. Mereka hanyalah sebagai pembina, pembimbing, koordinasi maupun pengintegrasian kegiatan-kegiatan di ranting. Artinya, jika melihat Muhammadiyah lihatlah rantingnya. Alhamdulillah Muhammadiyah sekarang sudah berusia lebih satu abad (108) tahun, usia yang begitu matang. Dengan amal usaha yang begitu banyak, merupakan organisasi sosial terbesar di dunia. Bidang pendidikan, dari TK sampai perguruan tinggi. Bidang kesehatan, dari klinik sampai rumah sakit Tipe A. Begitu pula panti asuhan, ada di setiap daerah. Kita bersyukur, secara fisik Muhammadiyah sukses membangun amal usaha.

Namun non fisik masih banyak yang perlu direnungkan terutama setelah zaman reformasi roh Muhammadiyah mulai pudar. Jarang kita lihat pengajian-pengajian ranting maupun cabang. Wirid Kemuhammadiyahan jarang terdengar. Keputusan-keputusan tarjih apalagi, kaderisasi mulai dari ranting dan cabang tak pula terdengar.

Pimpinan daerah, apalagi wilayah menjadi sebuah kerinduan bagi jamaah, justru ada daerah dan wilayah kurang kompak seolah-olah kesatuan dan persatuan umat hanya semu belaka. Mulai nampak pula ego sektoral (kesukuan dan kedaerahan), apalagi mau Musda dan Muswil.

Sebagai orang yang pernah aktif di Muhammadiyah, cukup banyak saya menerima pertanyaan-pertanyaan tentang Muhammadiyah kini yang kesannya bahwa Muhammadiyah sekarang tak ubahnya hanya seperti organisasi-organisasi sosial lainnya. Pesan KH.Ahmad Dahlan tak bersua lagi; ''Hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah''. Malah kesan yang timbul Muhammadiyah kini disebut ibarat radio sudah terimpit gelombang oleh kelompok lain. Mengaku Muhammadiyah, tapi sebenarnya bukan. Dan ini pulalah yang banyak berkeliaran di seputar Muhammadiyah.

Kita rindu dengan tokoh-tokoh atau pimpinan-pimpinan Muhammadiyah yang kehidupannya betul-betul diwarnai oleh jiwa Muhammadiyah, menghindari politik praktis apalagi yang berbau bisnis dalam Muhammadiyah.

Inilah yang merisaukan banyak tokoh tua Muhammadiyah, mau dibawa kemana Muhammadiyah? Wujuuduhu, kaadaamihi ia ada, tapi tak ada).

Mudah-mudahan kerisauan kita ini terdengar oleh peserta Muktamar nanti. Sekali lagi, tulisan ini bukan menepuk air di dulang, justru karena kecintaan terhadap Muhammadiyah.

Selamat bermuktamar, sukses dan Dirgahayu Muhammadiyah.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah mantan Ketua Muhammadiyah Daerah Kota Pekanbaru dan dosen.