JAKARTA - Ruslan Buton kembali mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada sidang hari ini, Senin (13/7/2020), tersangka kasus ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi itu menggugat Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Tipidum) sebagai termohon I dan II. Dikutip dari Tempo.co, kuasa hukum Ruslan Buton, Henry Badiri Siahaan, menegaskan, penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah. Argumen itu didasari sejumlah alasan, seperti terkait barang bukti yang digunakan pelapor.

''Bahwa dengan tidak pernahnya ada laporan ke Dewan Pers oleh Aulia Fahmi (pelapor) dipergunakan sebagai bukti dalam laporan polisi tanggal 22 Mei 2020 maka Termohon I telah lalai dalam penyidikan sehingga terjadi pelanggaran formal atau administrasi penyidikan,'' kata Hendri saat membacakan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin.

Menurut Henry, link berita dari portal media online indeks.co yang memuat surat terbuka Ruslan untuk Presiden Jokowi telah dijadikan barang bukti dalam kasus ini. Padahal menurut dia, media tersebut tidak terverifikasi di Dewan Pers.

Alasan lain tidak sahnya penetapan tersangka terhadap Ruslan Buton, kata Henry, berkaitan dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Menurut dia, penyerahan SPDP kepada penuntut umum, korban dan terlapor oleh penyidik kepolisian harusnya paling lama tujuh hari setelah diterbitkan.

''Pemohon menerima SPDP setelah ditetapkan sebagai tersangka,'' kata Henry.

Henry juga menyebut Ruslan Buton tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka kasus ujaran kebencian. Padahal menurut dia, aturan tersebut wajib dijalankan oleh penyidik sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 tahun 2014.

''Waktu ditangkap pada 28 Mei 2020 dan dilakukan BAP, pemohon sudah berstatus tersangka,'' kata Henry.

Dalam praperadilan jilid II ini, kuasa hukum mengajukan tiga perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tiga orang pemohon berbeda. Yaitu, Ruslan Buton, istrinya dan anaknya. Pada praperadilan pertama, hakim menolak permohonan Ruslan Buton.

Polisi menangkap Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Kecamatan Wabula, Sulawesi Tenggara, pada Kamis, 28 Mei 2020. Mantan anggota TNI Angkatan Darat ini ditangkap karena membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Jokowi dalam bentuk rekaman suara.

Dalam rekaman itu, Ruslan Buton mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut dia, solusi terbaik menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai presiden. Ruslan dikenai Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang ITE serta Pasal 207, Pasal 310, dan Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.***