JAKARTA - Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril mengatakan, pada tahun 2020-2021 ini Indonesia diprediksi akan kekurangan sekitar 960.000 guru. Meski kebutuhannya besar, perekrutan tenaga pengajar tidak boleh sembarangan.

"Guru yang mengajar perlu status kepegawaian yang jelas serta kualitas yang baik. Guru honorer akan kami beri kesempatan mengikuti tes CPNS maupun PPPK. Mereka yang terdaftar di dapodik dan lulusan PPG yang berminat boleh ujian ini, dan kita bantu dengan bahan persiapan ujian. Ada kesempatan mengulang hingga 3 kali jika belum berhasil," kata Iwan.

Hal tersebut disampaikan Iwan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI, Rabu (8/7/2020) kemarin. Turut hadir dalam rapat tersebut Deputi bidang SDM Aparatur KemenPAN RB, Badan Kepegawaian Negara, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, serta Dirjen Anggaran Kemenkeu RI.

Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, masalah kekurangan guru, guru honorer dengan pendapatan yang kurang layak, serta ketidakjelasan kasus guru honorer K2, memang masih menjadi soal Ini harus diprioritaskan penuntasannya.

"Kami mengerti bahwa Kemendikbud mengutamakan kualitas dengan merekrut guru dari lulusan-lulusan terbaik dan nilai ujian tertinggi. Namun demikian, harus dipikirkan adanya kompensasi dan penghargaan bagi para guru honorer yang sudah lama mengabdi, namun belum dapat lolos seleksi," kata Hetifah kepada wartawan, Kamis (9/7/2020).

Hetifah yang merupakan Wakil Rakyat dari Kalimantan Timur itu juga mempertanyakan koordinasi antara BKN dan BKD.

"Saya sering dapat keluhan dari daerah bahwa BKD kurang proaktif dalam mendata dan menampung aspirasi dari guru honorer. Jika ditanya, mereka jawab hanya menunggu arahan pusat. Sebaiknya BKN lebih meningkatkan lagi pemantauan atas kinerja Badan Kepegawaian di daerah," ucapnya.

Terakhir, Hetifah yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kesra ini meminta adanya penggunaan teknologi untuk meningkatkan transparansi perekrutan guru dan tenaga kependidikan.

"Saya juga mendengar bahwa proses pengajuan daftar nama guru honorer ini masih sarat dengan KKN di tingkat daerah. Ada nama tenaga honorer bodong yang tercatat, sementara banyak guru honorer asli yang telah mengabdi bertahun-tahun justru tidak tercatat karena kurang memiliki kedekatan dengan pihak-pihak tertentu. Saya harap kedepannya ini tidak terjadi, dan teknologi bisa dimanfaatkan untuk mengatasi itu," pungkasnya.***