MEDAN - Aktivis Lingkungan Hidup, Jaya Arjuna menyayangkan pemerintah Kota Medan tidak memiliki blue print pembangunan Sungai Deli. Saat ini, kondisi sungai yang membelah Kota Medan itu tak ubahnya parit.

“Tampak dari batas Kantor Walikota (Medan) sampai ke Belawan, Sungai Deli itu bukan sungai. Sudah jadi parit. Karena kiri-kanannya sudah dibuat bendungan, tepian sungai sudah tidak ada lagi,” ucapnya saat menjadi pembicara dalam Seminaring Sungai Deli dan Covid-19 Reinstall Penataan Kota di AW Sumut Chanel, Selasa (7/7/2020).

Dia mengatakan, banjir di Medan bukan lagi masalah hidrologis atau masalah pergerakan air, melainkan masalah mekanis. Tapi, langkah penyelesaian yang ditawarkan, semuanya berhubungan dengan duit.

Perencanaan masalah banjir di Kota Medan, ungkap Jaya, sudah diselesaikan oleh Belanda sebelum kemerdekaan. Bahkan penyelesaian masalah banjir oleh Belanda tersebut menjadi salah satu faktor yang memperkuat status Medan beridentitas. Namun saat ini, pembangunan infrastruktur Kota Medan tidak sesuai dengan urban desainnya.

“Mereka (pengambil keputusan, red) hanya berpikir untuk mengorek tepian sungai. Tidak berpikir kalau sungai sebagai penampang, tidak hanya perlu dilebarkan, tapi bisa didalamkan. Padahal dengan pelebaran, banyak sekali dana yang harus dikeluarkan,” tuturnya.

Menurut Jaya, normalisasi Sungai Deli sudah pernah dilakukan, tapi mengakibatkan sungai rusak. Karena, konsep dibuat sederhana, hanya membuat bendungan.

“Padahal, untuk kondisi Sungai Deli saat ini, penyelesaiannya sama dengan penyelesaian masalah parit, pengerukan. Karena masalah Sungai Deli adalah pendangkalan. Biayanya pun tidak mahal, sekitar Rp400 miliar sudah cukup,” tegasnya.

“Pesan saya, membangun kota jangan berorientasi bisnis. Tapi membangun untuk manusia, memanusiakan manusia,” tukasnya.

Senada, praktisi hukum Muhammad Joni mengungkapkan Kota Medan tidak akan bisa dibangun jika tidak mengikuti blue print atau manual pembangunan Kota Medan dahulu.

“Sungai Deli harus didekati secara pengetahuan, kebijakannya pun harus berdasarkan ilmu pengetahuan, tidak bisa dengan politik,” kata dia.

Diungkapkan Joni, yang dibutuhkan Medan saat ini adalah lingkungan yang sehat. Dan itulah sebabnya lingkungan harus menjadi prioritas dalam visi Medan membangun.

“Bahkan teori hukum pun sekarang ini selalu berkolaborasi dengan lingkungan. Teori ekonomi pembangunan punya pendekatan lingkungan. Bahkan Ekonomi perbankan pun berorientasi pada lingkungan,” bebernya.

Untuk itu, Joni menyarankan kolaborasi dengan lingkungan harus dilakukan dalam visi dan program Medan membangun. “Ketika Medan dibangun sejak awalpun, bersahabat dengan Sungai Deli. Maka temukan dulu manual urban plan dari Kota Medan. Jangan sampai kondisi Sungai Deli jadi membahayakan bagi kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota DPD RI asal Sumatera Utara, Dedi Iskandar Batubara, menjelaskan Sungai Deli adalah urat nadi perdagangan di Sumatera Utara (Sumut) dan menjadikan Medan dikenal sebagai kota perdagangan. Hulunya dari Karo melintasi Deli Serdang, Medan dan berakhir di Selat Malaka. Sungai Deli adalah 1 dari 8 sungai yang melintasi Kota Medan. Panjangnya 73 km, sekarang lebarnya rata-rata 5,58 meter.

Masalahnya saat ini, sebagai sungai yang menjadi urat nadi, harusnya terawat dan terjaga dengan baik. Terutama hutannya. Faktanya, hutan di sekitar Sungai Deli hanya tersisa 3,6 hektare (7,6%). Sementar kesepakatan antar negara harus menyisakan 30% hektare hutan di sekitar aliran sungai.

Fakta lainnya, data dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, sebanyak 70% limbah padat dan cair dari 54 industri dibuang ke Sungai Deli. Dan 27 diantaranya, membuang aliran limbah domestik.

“Fakta ini sangat serius. Kalau tidak bisa diselesaikan dengan beragam kebijakan, maka Sungai Deli ini tidak akan mendatangkan manfaat apapun,” ucap dia.

Karenanya dia meminta agar dilakukan pembenahan sungai. Pemerintah juga harus serius melakukan pembenahan pemukiman di sepanjang aliran Sungai Deli demi Medan yang sejahtera dan berkah.

“Perlu ada rumusan yang dituntaskan untuk mengatasi permasalahan ini. Sehingga 10- 20 tahun akan datang persoalan Sungai Deli tidak lagi seperti saat ini,” terang dia.

Selain itu, harus ada sanksi dan tindakan yang tegas terhadap industri yang membuang sampahnya ke aliran sungai. “Kepada pemerintah Kota Medan, saya juga meminta jangan lagi beri izin industri yang tidak punya pengolahan sendiri untuk berdiri di Kota Medan,” tandasnya. (*)