JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin mengatakan, "sistem pencoblosan manual ternyata memberikan efek terjadinya masuk angin yang terlalu banyak di lapangan,".

Hal itu dikemukakan Yanuar saat memaparkan paradoks kepemiluan di Indonesia yang sejatinya bertujuan untuk menghasilkan individu pemimpin/wakil rakyat yang berkualitas seraya menjaga kualitas demokrasi dimana suara rakyat betul-betul direpresentasikan, guna mencapai visi besar negara menciptakan kesejahteraan umum.

Di antara paradoks yang Yanuar kemukakan, adalah sistem pemungutan suara secara manual yang menyisakan peluang terjadi kecurangan yang Ia sebut dengan istilah 'masuk angin'.

"Misalnya situasi soal saat kita mencoblos sampai diketahui hasil akhirnya, itu ternyata butuh waktu juga. Hari ini saya nyoblos, ini yang nasional ya hari itu tahu hasil akhirnya, itu enggak, seminggu dua minggu bisa beberapa bulan (baru diketahui hasilnya, red). Ini ada berapa gradasi yang harus kita lewati, bayangkan ketegangan psikologis, masuk anginnya bisa terjadi banyak," tutur Yanuar dalam diskusi soal Arah Revisi UU Pemilu bersama wartawan parlemen, di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Hal tersebut adalah satu dari sekian paradoks lain yang dikemukakan Yanuar, selain terbuangnya suara pemilih lantaran sistem komvrrsi kursi dalam model penghitungan suara yang saat ini berlaku.

Karenanya, Politisi PKB itu memandang penting untuk ditemukan model ataupun desain pemungutan suara yang demokratis dan menjaga kualitas leadership orang yang terpilih sebagai pemimpin/wakil rakyat.

"Pilihannya apa? Ayo kita diskusikan. Seperti cara efektif kita memilih hari ini tapi beberapa saat kemudian kita bisa diketahui hasilnya," kata Yanuar.

Dalam dialektika yang berlangsung pada diskusi tersebut, mengemuka juga opsi diterapkannya pemilihan model digital yang lebih cepat dan efisien secara biaya.***