JAKARTA - Kalung antivirus Corona menjadi perbincangan hangat di masyarakat setelah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan kalung berbahan baku eucalyptus oil yang diklaim bisa membunuh virus Corona. Bahkan, wacananya kalung itu diproduksi secara massal mulai Agustus 2020. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mempertanyakan bukti keampuhan dari kalung tersebut. "Apakah sudah ada bukti saintifik dan proven tentang keampuhan prototipe ini? Pasalnya banyak peneliti LIPI, ilmuwan dan praktisi farmakologi yang mengkritisi prosedur riset dan kebenaran hasil penelitian produk itu," ujar Netty dalam keterangan tertulis, Selasa (7/7/2020).

Kementan sesuai tugas dan fungsinya kata Netty, bisa saja membuat inovasi produk penanganan Covid-19, namun bukan berarti langsung memproduksi massal. "Inovasi kalung minyak kayu putih ini diketahui baru pada uji tanggap dari penderita flu dan pilek. Penuhi dulu serangkaian pengujian berlandaskan norma saintifik dengan parameter yang terukur baik dari Kementerian Kesehatan maupun BPOM. Setelah itu baru maju pada fase industrialisasi hasil penelitian," lanjutnya.

Legislator Fraksi PKS itu mengingatkan, dengan restrukturisasi APBN yang sangat besar seharusnya setiap kementerian dan lembaga fokus pada penanganan Covid-19 di satuan kerja masing-masing serta menggunakan anggaran dengan hati-hati dan cermat.

"Alokasi anggaran penanganan Covid-19 menjadi sebesar Rp 905,1 triliun, meningkat dari anggaran sebelumnya Rp 677 triliun. Ini angka yang sangat besar, jangan main-main. Jika tanpa kajian yang komprehensif, maka produksi kalung anti Corona ini menjadi blunder pemerintah yang berpotensi pada kerugian negara. Juga berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk diperjualbelikan kepada masyarakat. Janganlah seperti mencari kesempatan dalam kesempitan," tegasnya.

Perkembangan vaksin Covid-19 oleh berbagai perusahaan dan negara masih pada pengujian lebih lanjut. Indonesia sendiri menugaskan dua BUMN, Bio Farma dan Kimia Farma, untuk melakukan percepatan temuan vaksin covid-19 dengan dibantu Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

"Sampai hari ini obat atau vaksin yang dapat mengakhiri ‘perang’ kita melawan Covid-19 belum ditemukan, sehingga pemerintah harus berikhtiar sekuat tenaga dengan pelbagai cara. Seharusnya pemerintah fokus pada hal urgen dalam penanganan Covid-19 seperti produksi PCR test, reagen, dan sejenisnya. Termasuk fokus pada industrialisasi alat kesehatan hasil inovasi yang sudah terbukti dan dibutuhkan oleh masyarakat, seperti ventilator murah anak bangsa dan inovasi lainnya," pungkasnya.***