JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan mendorong pemerintah berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, langkah yang kurang matang bisa mengakibatkan berbagai masalah baru di tengah kondisi perekonomian negara yang sedang kesulitan akibat pandemi Covid-19. Beberapa waktu terakhir, pengawasan keuangan diwacanakan akan dialihfungsikan dari OJK ke Bank Indonesia (BI). Lantaran, OJK dianggap kurang mampu melakukan pengawasan keuangan. Namun, Syarief Hasan mendorong agar pemerintah melakukan pembenahan dan reformasi dalam tubuh OJK, bukan mengalih fungsikannya ke BI.

Ia beranggapan bahwa meskipun kinerja OJK belum sesuai harapan, tetapi bukan alasan tepat untuk mengalihkan kembali kebijakannya ke BI. Pengalihan ini akan membutuhkan waktu, pikiran, energi, dan dana cukup besar yang seharusnya difokuskan pada Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Pengalihan ini dapat menjadikan industri keuangan menjadi terdistraksi di tengah hantaman Pandemi Covid-19," ungkapnya.

"Bukan hanya itu, rencana pengalihan ini juga berpotensi menggerus kepercayaan investor karena seolah-olah tidak ada kepercayaan jangka panjang terhadap kelembagaan negara yang mengurusi pengawasan keuangan,” tambahnya.

Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengingatkan tujuan pembentukan OJK yang merupakan bagian dari upaya pemerintah dan DPR RI dalam melakukan reformasi keuangan waktu itu. Meski lembaga ini baru dibentuk pada tahun 2011 melalui UU No. 21 Tahun 2011, tetapi cita-cita pembentukannya sudah ada sejak krisis moneter 1998/1999. Gagasan pembentukan otoritas yang independen memang menjadi perintah UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI.

Bahkan, dalam salah satu beleid menyebutkan UU OJK sudah ada paling lambat 31 Desember 2002. Namun, dengan berbagai dinamika, OJK baru lahir pada tahun 2011, ketika itu baru saja terjadi krisis keuangan global. "Lembaga yang sudah jauh hari digagas ini harus dijaga dan dioptimalkan kinerjanya. Bukan dialihkan kembali fungsinya,” ungkap Syarief Hasan

Dia juga mengajak pemerintah untuk tidak terlalu terburu-buru merombak sistem pengawasan keuangan Indonesia dengan belajar kepada negara lain.

"Selain belajar dan menganalisis kondisi terkini Inggris setelah membubarkan FSA (Financial Service Authority), Indonesia juga harus belajar dari kisah sukses Jepang dalam pengawasan keuangan melalui lembaga sejenis OJK bernama Japan Financial Services Agency," ungkapnya.

Menurutnya, kKinerja OJK yang kurang optimal harus direspons dengan melakukan penguatan dan perbaikan sistem pengawasan dalam bentuk reformasi di tubuh OJK. "Kalau ada masalah, pemerintah harus berhati-hati dan matang dalam mengambil tindakan. Benahi dapurnya, bukan malah bakar dapurnya. Sebab, jika dapurnya yang dibakar maka apinya bisa mengganggu konsentrasi pemulihan ekonomi termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19," pungkasnya.***