LHOKSEUMAWE-Praktisi Ekonomi asal Lhokseumawe Muklis Azhar mengingatkan perusahaan migas yang berinvestasi di Aceh jangan sampai mengulang pengalaman masa silam.

Hal tersebut diungkapkan pada acara focus group discussion tentang pemetaan masalah ekonomi, sosial, dan budaya dari investasi Premier Oil Andaman II Ltd di Aceh yang berlangsung di Universitas Malikussaleh Kampus Lancang Garam, Lhokseumwe, Kamis, (2/7/2020).

Ia mengharapkan pemerintah daerah menyiapkan infrastuktur yang selaras dengan operasional perusahaan migas.

“Harusnya, pemerintah daerah juga bisa menanamkan modalnya di perusahaan migas, mungkin di level yang lebih rendah,” saran pengusaha yang akrab disapa Pak Ulis tersebut.

Ia mengharapkan kalangan usaha bisa berperan dari operasionalisasi perusahaan migas di Aceh. Untuk itu, pemerintah daerah harusnya melakukan sosialisasi kepada pengusaha dan masyarakat. “Jangan seperti ini, terus terang saya baru tahu bakal ada perusahaan migas yang akan mengelola Blok Andaman,” tambah mantan anggota DPRK Lhokseumawe tersebut.

Soal penggunaan tenaga kerja lokal, Muklis Azhar sepakat dilakukan sesuai dengan kapasitas kompetensi. Hal senada juga disampaikan Dr Rozanna Dewi, dosen Universitas Malikussaleh. Menurutnya, seluruh komponen masyarakat di Aceh bisa berhitung untung ruginya dalam sebuah investasi. Dalam kasus investasi migas, menurut Rozanna Dewi, lebih menguntungkan bagi daerah meski Blok Andaman jauh di atas 12 mil sehingga bagi hasil dengan Aceh lebih sedikit, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

“Masalah tenaga kerja lokal, kampus harus menjadi pusat perekrutan. Masalah kompetensi dan isu putra daerah harus seimbang. Peran serta universitas harus lebih besar dibandingkan dengan Arun Jilid I,” ujar dosen yang akrab disapa Nona itu.

Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Kota Lhokseumawe, Muhammad Nurdin, juga mengingatkan tenaga kerja lokal menjadi isu yang sangat sensitif sehingga harus disikapi dengan bijak.

“Kita akui SDM kita di bidang offshore mungkin rendah. Tapi jangan sampai untuk kebutuhan tenaga kerja paling rendah pun, didatangkan dari luar. “Ini aspirasi masyarakat yang sering saya dengar,” ungkap Nurdin yang juga Keuchik Blang Cut Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe.

Bagi Muhadi Bukhari dari LSM Bytra, Blok Andaman II harus disyukuri karena masih masuk wilayah Indonesia, mengingatkan lokasinya sudah berbatasan dengan negara lain. “Kondisi ini membuat Blok Andaman jauh dari jangkauan kita,” kata Muhadi dalam diskusi yang dipandu Teuku Kemal Fasya tersebut.

Namun, ia mengharapkan adanya sinergitas antara investasi migas di Blok Andaman dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe.

“Kalau soal tenaga kerja, saya lihat offshore lebih sedikit (membutuhkan tenaga kerja). Tapi hilirisasi dari investasi ini diharapkan lebih berdampak bagi kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai, kekayaan alam yang kita punyai kembali menjadi kutukan,” pungkas Muhadi.

Teuku Kemal Fasya menyebutkan lokasi Blok Andaman di lepas pantai masuk wilayah Kota Lhokseumawe, Kabupaten Bireuen, dan Kabupaten Aceh Utara. Dalam beberapa survei yang mereka lakukan di sejumlah desa di ketiga daerah, masyarakat sangat respek terhadap investasi tersebut dan mengharapkan bisa merasakan dampak positifnya, terutama di bidang ekonomi.

Jika masyarakat ikut diberdayakan dari eskplorasi migas kelak, tentunya kutukan sumber daya alam seperti yang dikatakan Joseph E Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi, tidak akan terjadi lagi seperti di masa lalu.

Investasi Premier Oil Andaman II Ltd di Aceh diharapkan berdampak positif bagi masyarakat dari aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan. Putra Aceh bisa mengambil peran dari eksplorasi migas sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Sekarang ini, banyak putra Aceh yang berpengalaman dalam bidang eksplorasi minyak dan gas dan bekerja di perusahaan multinasional di berbagai negara. selain itu, perusahaan yang berinvestasi di Aceh juga diharapkan mengedukasi putra Aceh dalam sektor migas, termasuk di lepas pantai (offshore).