SURABAYA - Jika menyebut Persebaya Surabaya, analogi publik tak lepas dari sebuah klub sepak bola. Klub asal Surabaya yang legendaris dan awalnya bernama Soerabajasche Indische Voetbal Bond (SIVB). Lalu klub yang berdiri sejak 18 Juni 1927 ini punya sederet prestasi gemilang, dan memiliki suporter fanatik yang militan. Itu tak salah. Persebaya memang bagian dari sejarah panjang sepak bola Indonesia. Klub ini, sudah enam kali menjuarai kompetisi Perserikatan dan digabung dengan era Liga Indonesia (1951, 1952, 1978, 1987/88, 1996-97, 2004). Lalu, tiga kali menjuarai kasta kedua kala masih bernama Divisi satu atau Liga 2 (2003, 2006, 2017), dua kali menjuarai Piala Gubernur Jatim, dan tiga kali pula menjuarai Piala Surya (Surabaya).

Pada dua tahun terakhir, Bajul Ijo -julukan Persebaya- berlaga di kasta tertinggi sepak bola nasional. Musim 2019 lalu, malah mengakhiri kompetisi dengan prestasi yang lumayan apik. Target awalnya masuk lima besar, malah memungkasi kompetisi Shopee Liga 1 2019 pada peringkat kedua. Tepat di bawah Bali United yang sanggup memastikan juara sebelum kompetisi berakhir.

Disadari atau tidak, fakta itu telah membuat suporter fanatik mereka, Bonek Mania, makin bangga. Kemana pun tim melakukan pertandingan tandang, selalu didukung. Mereka juga smakin kritis kepada manajemen.

Intinya, jika performa tim bagus, akan dapat dukungan yang maksimal dari Bonek Mania. Sebaliknya, jika Bajul Ijo jeblok, kritikan itu akan datang secara bertubi-tubi. Itu saja.

Nah, soal militansi dan dukungan suporter ini, ada fakta yang menarik. Itu tersaji pada saat opening Liga 1 2020, Sabtu (29/2) pekan lalu. Tepatnya saat pertandingan Persebaya menjamu Persik Kediri.

Jika ditelisik, banyak penonton atau suporter yag datang ke stadion dengan mengenakan kaus yang original. Maksudnya, kaus yang hanya dijual di store atau toko-toko resmi Persebaya. Asal tahu, rata-rata harga kaus yang dijual itu di kisaran Rp250 ribu. Bukan Rp50 ribuan seperti yang dijual di versi bajakan.

“Untuk Persebaya, penonton itu cenderung konsumtif. Mereka mau membelinya sebagai sebuah kebanggaan,” bilang Azrul Ananda, Presiden Klub Persebaya.

Azrul tak asal membual. Ada fakta yang menguatkan statemen itu. Sehari kemudian, Minggu, 1 Maret 2020, catatan fantastis terukir. Total Persebaya mendapatkan pemasukan hingga Rp300 juta dari jualan kaus yang disebar di 18 toko resmi Persebaya. Ingat, angka itu merupakan pemasukan tertinggi untuk perhitungan jualan sehari! Ya, cuma sehari, bos.

“Luar biasa antusiasme teman-teman Bonek-Bonita, pada 1 Maret mulai pukul 10.00-22.00, pre order dalam jumlah terbatas yang kami lakukan ludes,” kata Arizal Perdana Putra, Senior Manager Persebaya Store dalam rilis resminya. “Dari 500 kuota, semuanya paid.”

Bandingkan fakta tersebut dengan tim-tim lain. Sulit buat tim-tim besar sekali pun, untuk mendapatkan pemasukan dari jualan jersey yang mencapai Rp300 juta dalam sehari. Rata-rata butuh waktu yang lebih dari itu. Bahkan mungkin, hingga sebulan lamanya!

Lantas, sekali lagi, kenapa itu bisa terjadi? Manajemen Persebaya membuat analisis soal perilaku itu. Menurut mereka, ada perubahan perkembangan sudut pandangan masyarakat tentang Persebaya. “Di sini, Persebaya bukan lagi sebuah klub sepak bola. Tapi telah menjadi part of life,” beber Azrul.

Part of Life inilah yang akan terus digagas dan ditangani secara serius oleh Persebaya. Ke depannya, secara bersamaan, Persebaya dan Bonek Mania akan membuat banyak kegiatan positif. Ada simbiosis mutualisme di dalamnya. “Kami akan bikin kampung Persebaya. Kegiatan ini bukan Corporate Social Responsibility (CSR),” tegas Azrul seperti dikuti dari liga-indonesia.id.

Jelas sudah. Ada perkembangan yang menarik tentang Persebaya dan masyarakat di sekitar Surabaya. Bisa jadi, cepat atau lambat, Persebaya akan menjadi bagian dari kultur mereka. Tentu, kultur yang sebenar-benarnya. ***