MEDAN-Tim Advokasi Amicus yang terdiri dari gabungan advokat yang menjadi pemerhati peradilan di Indonesia melalui perwakilannya Ricka Kartika Barus dan kawan-kawan menyampaikan beberapa saran bagi Penegak Hukum dalam Peradilan Pidana yang menyorot perhatian publik belakangan ini.

Adapun saran dari Tim Advokasi Amicus yang disampaikan Ricka yakni peradilan pidana untuk kasus yang menarik perhatian publik sebaiknya Humas Pengadilan menyampaikan risalah Perkara ke publik sebagaimana dilakukan di Mahkamah Konstitusi agar dapat terkontrol oleh publik.

Sebaiknya para penegak hukum yang terkait dalam peradilan pidana benar-benar memahami Alur Penerapan Hukum Pidana Sebagaimana Mestinya sesuai Hukum Acara Pidana dan Materi Pasal Pemidanaan, serta seluas luasnya dikaitkan dengan Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Advokat hal ini untuk menjaga Marwah Penegakan Hukum dan menjaga kredibilitas dari sistem Peradilan maupun sistem penegak hukum agar tidak menjadi stigma oleh publik.

Dalam perkara pidana, disarankan agar intervensi Negara semestinya mewakili kepentingan korban dan masyarakat. Namun demikian, kepolisian yang turun tangan langsung membela terdakwa dan berperan seakan-akan advokat, menciderai tujuan awal hukum pidana diciptakan. Hal ini memperolok sistem peradilan pidana Indonesia.

"Sehingga dalam hal ini, Hakim seharusnya memuat dalam pertimbangan mengenai legal standing “advokat” para terdakwa dan apabila terbukti bertentangan dengan aturan, diminta untuk tidak mempertimbangkan segala pembelaan yang disampaikan oleh mereka," katanya.

Lalu dalam sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system), terdapat pemisahan peran dan fungsi dari aparat penegak hukum dan juga lembaga yustisial dimana aparat kepolisian hanya berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan (investigation), penuntut umum hanya berwenang melakukan penuntutan (prosecution) dan eksekusi putusan pemidanaan, lembaga pengadilan hanya berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana (criminal verdict), lembaga pemasyarakan berwenang mengawasi proses berjalannya hukuman narapidana dan pembinaan, serta penasehat hukum/advokat hanya berwenang melakukan pendampingan pada semua tingkat pemeriksaan, memastikan hak-hak tersangka atau terdakwa tetap terpenuhi selama dalam proses pemeriksaan dan memberikan pembelaan di persidangan (defend the accused).

Sehingga di kemudian hari perlu dipertimbangkan adanya pembagian kewenangan antar penegak hukum secara sinkronisasi struktural, diferensiasi fungsional, dan payung hukum yang berbeda bertujuan agar terciptanya proses hukum yang adil (due process of law).

Oleh karena itu munculnya kasus dimana oknum kepolisian melakukan tugas sebagai penasihat hukum dalam persidangan Novel Bawesdan tidak hanya melanggar kewenangannya yang dibatasi oleh Undang-Undang no. 8 Tahun 1981 (KUHAP), namun lebih dari itu berpotensi menciderai proses terbangunnya sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) dan melangkahi kewenangan penasihat hukum/Advokat untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya untuk memberikan pembelaan yang maksimal kepada terdakwa berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juncto 69-74 KUHAP.

"Sehingga kasus yang terjadi seperti kasus Novel Bawesdan seharusnya dilakukan secara menyeluruh, dan harus ada kepemimpinan hukum yang berwibawa untuk memperbaiki budaya hukum saat ini sebagai prasyarat efektivitas penegak hukum demi mewujudkan kemampuan mengungkap dan membuktikan perbuatan melawan hukum yang diproses secara transparan dan akuntabel serta kemampuan untuk mengungkap setiap penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penegakan hukum itu sendiri," jelasnya.

Sedangkan Majelis Hakim harus memandang kedudukan Profesi seperti Profesi Advokat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 18 Tahun 2003 termasuk melekat kepada penasehat hukum yang ditugaskan oleh Polri tanpa kecuali.

"Kita juga berharap hal seperti ini tidak terulang lagi kedepan, sehingga ada tatanan dan fungsi yang jelas antara unsur penegak hukum sebagaimana kami jabarkan di atas. Masing-masing telah diangkat dan disumpah sesuai profesi masing-masing, alangkah baiknya mandat dan sumpah profesi tersebut dijalankan sebagaimana mestinya," pungkasnya.*