JAKARTA - Komisi III DPR soroti proses eksekusi terpidana korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Raja Ampat Papua Tahun 2012, Selviana Wanma atau SW oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Eksekusi Mantan Ketua DPD II Golkar Raja Ampat, Papua Barat ini menjadi polemik lantaran saat ditangkap pada Jumat pagi (5/6) oleh Tim Intel Kejaksaan di kediamannya, Duren Sawit, mendadak sakit dan meminta dirawat di Rumah Sakit MMC.

Anehnya, sehari setelah dia ditangkap, yang bersangkutan ikut dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Golkar DPP Golkar bersama Ketua DPD I dan II Golkar Papua-Papua Barat dalam kondisi sehat.

Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Alhabsyi mengimbau aparat penegak hukum baik utamanya Kejaksaan Agung untuk tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

"Siapapun jika bersalah hukum harus ditegakkan. Mau itu politisi, pejabat, petinggi partai atau siapapun sama di hadapan hukum," tegas politisi senior PKS ini, di Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Habib mengingatkan, Indonesia adalah negara hukum. Karena itu penegak hukum harus menjadi pelaksanaan penegakan supremasi hukum. Tak boleh hukum hanya tajam pada kalangan tertentu.

"Indonesia akan maju apabila hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hukum harus berasaskan berkeadilan," tegas dia.

Sebagaimana diketahui, SW merupakan terpidana kasus korupsi PLTD Pemerintah Kabupaten Raja Ampat Tahun Anggaran 2012 dengan nilai Rp 20.205.512.000. Potensi kerugian negara dalam proyek ini sebesar Rp 3.28 miliar.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam putusannya No.32/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST, tanggal 17 Februari 2014 menyatakan terdakwa SW terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor secara bersama-dan divonis pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,- kepada SW.

Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 26/PID/TPK/2014/PT.DKI, tanggal 17 Juli 2014.

Namun di Mahkamah Agung (MA), hukuman SW diperberat. Dalam Rapat Permusyawaratan MA pada Kamis, 27 Oktober 2016 yang diketuai Artidjo Alkostar, Hakim Anggota Prof Abdul Latif, dan M.S. Lumme, menjatuhkan pidana penjara 6 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta.

MA juga menjatuhkan pidana tambahan kepada SW untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,4 miliar lebih.

Anggota Komisi III DPR I Wayan Sudirta mengapresiasi langkah Jaksa Agung Burhanuddin dan jajaran yang berhasil menangkap SW yang telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2016.

"Jaksa Agung-nya bagus, itu terbukti bisa menangkap buron yang sudah lama jadi DPO. Termasuk mengungkap kasus Jiwasraya dan kasus-kasus lainnya," jelas I Wayan.

I Wayan memaklumi Kejagung tidak bisa melakukan eksekusi kepada terpidana yang tengah sakit. Apalagi saat ini juga tengah pandemi Covid-19 sehingga perlu kehati-hatian untuk menjalankan proses eksekusi.

Namun sangat disayangkan jika sehari setelah ditangkap, SW malah kedapatan mengikuti pertemuan pribadi melalui virtual streaming padahal yang bersangkutan mengaku sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit.

"Pertanyaannya, sudahkah terpenuhi seluruh persyaratan medis dan yuridis bahwa yang bersangkutan memenuhi syarat sebagai terpidana untuk opname di rumah sakit? Nah supaya tidak menimbulkan fitnah dan pertanyaan-pertanyaan baru, sebaiknya Kejaksaan bersikap transparan dalam hal ini. Penting bagi Kejaksaan menjelaskan prosedur yang bersangkutan masuk rumah sakit, tanpa ada yang ditutup-tutupi," saran dia.

Dia pun berharap proses eksekusi disegerakan jika yang bersangkutan dinyatakan sehat oleh rumah sakit. Bagaimana pun jukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi semua orang, termasuk kepada SW. "Harus disegerakan eksekusi jangan sampai ada kesan tarik ulur waktu," tambah dia.

Sebelumnya, Sekretaris DPD II Golkar Raja Ampat Papua Barat, Soleman Dimara terkaget-kaget terpidana kasus korupsi pengadaan PLTD Kabupaten Raja Ampat, SW ikut nimbrung dalam Rakornis Partai Golkar wilayah Papua-Papua Barat yang dipimpin Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia secara live streaming melalui aplikasi Zoom, pada Sabtu (6/6).

Soleman kaget karena yang bersangkutan sebelumnya sudah diamankan Tim Intel Kejagung sehari sebelum Rakornis dalam kaitan proses pidana yang menjeratnya.

"Terus terang kaget juga, Ibu ini kan berdasarkan informasi yang kami baca di berbagai media online sudah ditangkap Tim Intel Kejaksaan Agung, dan menjalani opname di rumah sakit tapi kok masih bisa ikutan rapat Rakornis (Golkar) wilayah Papua-Papua Barat. Artinya dia kan sebenarnya sehat-sehat saja, tidak sakit," kata Soleman, Minggu (7/6).***