JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo, mendesak agar Pasal 87 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, untuk dihapuskan. Pengahpusan tersebut, dikhawatirkan akan menimbulkan multi-tafsir dan ketidakpastian hukum. "Golkar menilai daripada menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian, kami usulkan terkait media dan pers untuk di drop dari RUU Cipta Kerja," kata Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU Ciptaker secara virtual dan fisik, Selasa (09/06/2020) di Jakarta.

Selain itu, keberadaan media dan pers dalam RUU Cipta Kerja dipandang tidak perlu lagi. Karena telah diatur dalam UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Sehingga langkah yang tepat menurut Firman Soebagyo, adalah memperkuat UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang sudah ada dan tidak perlu dimasukan dalam RUU Cipta kerja lagi.

"Kami usulkan agar diperkuat saja di UU yang ada dan kita butuh media nasional yang kuat sehingga harus perkuat pers dalam negeri," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Fraksi Partai NasDem Taufik Basari, menegaskan ada pertanyaan besar di balik keberadaan pasal tentang pers dan media di dalam RUU Cipta Kerja. "Ini pertanyaan besar, kenapa dalam RUU Ciptaker dimasukan soal pers dan media? Apakah ada masalah dalam implementasi UU Pers sehingga perlu diubah. Jadi sebaiknya dihapuskan saja," tegas Taufik Basari.

Menurut dia, argumen pemerintah tidak kuat untuk memasukan poin tentang pers dan media di dalam RUU Cipta Kerja. Karena RUU Cipta Kerja hanya perubahan di UU sektoral saja. "Saya tanyakan pemerintah apa yang menjadi dasar pemikiran mengapa isu pers masuk dalam RUU Ciptaker," katanya.

Dua pasal yang menjadi sorotan kalangan organisasi pers yang akan diubah seperti modal asing di perusahaan pers, ketentuan penambahan pidana denda, perubahan pidana denda menjadi sanksi administratif dalam Pasal 11 dan Pasal 18 UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).

Dalam RUU Cipta Kerja, poin terkait pers ada di pasal 87 yang menyebutkan Ketentuan Pasal 11 (UU Pers) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut, Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Ketentuan Pasal 18 (UU Pers) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut, Pasal 18
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.***