JAKARTA – Tahapan pilkada 2020 kembali dimulai 15 Juni mendatang. Namun, kepastian tambahan anggaran untuk protokol kesehatan yang menjadi prasyarat pilkada digelar di tengah pandemi belum didapat. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dua hari lalu, pemerintah, DPR, dan penyelenggara belum mencapai kesepakatan. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, pada 15 Juni nanti, tahapan yang berlangsung adalah pelantikan dan pengaktifan kembali jajaran petugas ad hoc. Sebagaimana rencana yang sudah disusun, pelaksanaannya menerapkan protokol kesehatan.

"Protokol kesehatan sangat penting karena menyangkut kesehatan dan keselamatan. Dalam peraturan yang dirancang KPU juga demikian," ujarnya saat dihubungi kemarin (4/6).

Pihaknya berharap rapat lanjutan bersama menteri keuangan dan gugus tugas bisa segera digelar. ”Kami berharap pembahasan anggaran dapat diselesaikan sebelum 15 Juni 2020,” ujarnya.

Raka menjelaskan, KPU sebenarnya sudah mengusulkan empat opsi tambahan anggaran. Untuk kategori A dengan desain 800 pemilih per TPS, KPU mengusulkan anggaran Rp 2,5 triliun dan Rp 3,5 triliun bergantung pada level protokol kesehatannya. Sementara itu, kategori B untuk desain 500 pemilih per TPS, KPU mengusulkan tambahan Rp 4,5 triliun dan Rp 5,6 triliun bergantung pada level protokol kesehatannya.

Kesepakatan rapat pada akhirnya memilih desain 500 pemilih per TPS. ”Sesuai kesimpulan dalam RDP, jumlah maksimal pemilih per TPS 500 orang. Anggarannya kategori B,” tuturnya. Yakni, Rp 4,5 triliun atau Rp 5,6 triliun.

Pria kelahiran Bali itu menjelaskan, angka tersebut belum final. Selain memperhatikan kemampuan keuangan negara, kesimpulan RDP menyebut penerapan protokol kesehatan tidak hanya dipenuhi dengan anggaran, tapi juga bisa dengan barang yang dimiliki gugus tugas. Karena itu pula, hingga kemarin KPU belum melakukan pengadaan barang dan masih menunggu rapat selanjutnya.

Jika usulan tambahan anggaran disetujui di angka maksimal, jumlah alokasi yang digunakan KPU bisa mencapai Rp 15,6 triliun. Sebab, total anggaran pada rencana sebelumnya mencapai Rp 10 triliun. Angka itu merupakan penjumlahan dari naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) di 270 daerah penyelenggara pilkada 2020.

Untuk Bawaslu, total anggaran berpotensi mencapai Rp 3,73 triliun setelah ada usulan tambahan Rp 278 miliar. Sebelumnya, anggaran Bawaslu di 270 daerah dialokasikan Rp 3,45 triliun. Kemudian, anggaran pengamanan sejauh ini tercatat Rp 1,01 triliun. Jika ditotal, anggaran pilkada bisa menyentuh angka Rp 20 triliun.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pembahasan lanjutan terkait kepastian anggaran dilakukan pekan depan. Pihaknya akan mendengarkan penjelasan dari menteri keuangan mengenai ketersediaan anggaran dan penjelasan dari ketua gugus tugas untuk menilai barang serta standar protokol yang tepat. ”Karena dari sekian angka yang diajukan KPU Bawaslu, 80 sampai 90 persen dialokasikan untuk alat-alat kesehatan,” imbuhnya.

Terpisah, peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan, keputusan rapat yang belum bulat menunjukkan ketidaksiapan memulai tahapan pilkada bulan ini. Apa yang tampak saat ini, lanjut dia, berbanding terbalik dengan keyakinan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk segera memulai tahapan pilkada.

”Bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan belum dapat dipastikan, sementara tahapannya akan dimulai pada 15 Juni,” ujarnya.

Fadli mendesak KPU untuk memutuskan kembali menunda pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan pemerintah. Selain kondisi pandemi yang belum mereda, persiapan pilkada di tengah pandemi yang masih jauh dari matang hanya akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari.***