ASAHAN-Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri karet (Remiling) yakni PT. Faico Bumi Lestari yang berada di Desa Mekar Sari, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan telah menghentikan operasional sejak bulan Februari lalu.

Manajemen perusahaan crumb rubber industri PT. Fairco Bumi Lestari juga menolak membayar pesangon kepada 148 karyawannya dan hanya mau membayarkan uang kompensasi sebesar 1 bulan upah tanpa memandang masa kerja karyawan, sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku.

Demikian informasi yang diterima dari Risalah Penyelesaian Perselisihan Perusahaan antara pihak karyawan dan perusahaan, oleh Dinas Ketengakerjaan Kabupaten Asahan.

"Dengan tidak adanya kesepakatan dari dua belah pihak, maka mediator mengeluarkan anjuran," bunyi hasil keputusan risalah yang ditandatangani Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan selaku mediator, Hermansyah, pada Rabu (4/3/2020).

Perselisihan tersebut dibenarkan oleh Plt Kasi Perselisihan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Asahan, Syafrizal, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kisaran, Selasa (2/6/2020). "Iya. Benar," kata Syafrizal.

Ia menambahkan bahwa pihaknya hanya bisa memediasi pihak-pihak yang bertikai tanpa berdaya menekan atau memberikan sanksi kepada perusahaan, seandainya menyalahi aturan terkait perselisiahan tersebut. "Untuk sanksi itu hanya bisa diberikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang ada di Medan," kata Syafrizal.

Akibat dari perselisihan tersebut, sejumlah karyawan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memblokade pintu gerbang perusahaan pabrik dengan jenis usaha komoditi Sir 20 itu, Rabu (3/6/2020).

Karyawan menyium gelagat perusahaan mengeluarkan hasil produksi yang tersisa serta aset dari dalam pabrik, setelah 3 mobil truk jenis tronton masuk ke lokasi pabrik sekitar pukul 14.00 kemarin.

"Supaya jangan bisa keluar Bang. Soalnya orang ini (perusahaan) mau mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam pabrik," kata salah seorang karyawan, Edy Syahputra (41), Kamis (4/6/2020).

Menurut Edy, karyawan yang telah bekerja 17 tahun ini, mereka seolah tak dianggap perusahaan. Perusahaan dinilai mengabaikan hak-hak karyawan. Sampai saat ini, perusahaan belum memberikan keputusan secara pasti, apakah dirumahkan, di-PHK atau dipekerjakan kembali.

"Belum ada surat PHK. Di bilang masih kerja, tapi tak digaji. Enggak jelas Bang. Melalui Human Resource Department (HRD), perusahaan hanya mau mengeluarkan uang kompensasi sebesar 1 bulan gaji," kata karyawan yang terakhir bekerja sebagai Operator Boiler ini.

Di tempat yang sama, Ida yang karyawan lainnya mengatakan bahwa jika tanpa surat PHK mereka kesulitan mencairkan hak-hak mereka yang bisa diambil di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, selain hak-hak atas PHK yang menjadi kewajiban perusahaan.

Terkait perselisihan industrial itu, tak satupun pihak perusahaan dapat ditemui, kecuali Petugas Keamanan, Ipan Ritonga. Menurut dia, tak seorangpun pihak manajemen hadir. Sementara pejabat HRD, Mukhsin, saat dihubungi Irpan menolak menemui.

Melalui sambungan telepon seluler, Muksin hanya menjawab sedang ada urusan. "Pak Muksin masih ada urusan bang," tutup Irpan.

Pantauan Gosumut.com, puluhan karyawan tersebut memasang tenda biru dan menjejerkan sejumlah sepedamotor tepat di depan gerbang dalam akainya. Mereka, duduk-duduk di sekitar lokasi.

Sebagian karyawan lainnya, berjaga-jaga di sebuah warung yang dijadikan sebagai posko perjuangan.*