MEDAN-Kemarin, Rabu (3/6), tim Aksi Cepat Tanggap bersama relawan berpatroli sedari pagi mulai pukul 10.00 WIB. Tim menyusuri kawasan pemukiman di wilayah Medan dan sekitarnya, untuk mencari beberapa calon penerima manfaat. Pemukiman yang menjadi target adalah lingkungan masyarakat kalangan menengah kebawah yang terdampak secara ekonomi oleh Covid19.

Adalah ibu Jumiati 51 thn, yang kesehariannya benjualan tape secara keliling dan menitipkan dagangannya dari warung ke warung. Jumiati bersama suaminya tinggal di kawasan Jl. Garu 2, Kelurahan Harjosari I Medan Amplas. Sedari pagi mulai dari jam 7 pagi, ibu dari 3 (tiga) anak ini ikut mencari rezeki demi membantu suaminya yang sehari-harinya hanya berprofesi sebagai penarik becak dayung.

Sudah 9 tahun ia geluti usaha rumahan ini, walau dengan keterbatasan modal dan tenaganya yang sudah tua, dia tetap berupaya demi meringankan tugas-tugas suaminya dalam mengais rezeki demi kebutuhan rumah tangga dan sekolah ketiga anaknya. Dengan jerih payah yang sudah dijalaninya sejak tahun 2009 ini, Jumiati mengaku dapat membayar cicilan sepeda motor bekas.

”Selama 9 tahun saya berjualan tape dengan menggunakan sepeda dayung. Ya, Alhamdulillah dari tahun 2018 saya dapat membeli sepeda motor walau seken (bekas.red) dengan sistem cicilan, dan ini juga memudahkan saya karena dengan sepeda motor bekas itu saya juga dapat mengantarkan anak saya untuk ke sekolah”, jelas Jumiati.

Setiap harinya, Jumiati mampu memproduksi Tape Ubi dan Tape Pulut sebanyak lebih kurang 100 bungkus. Dengan target akan disebar di 10 warung langganannya. Dengan modal Rp 88.000,- setiap harinya, diharapkan hasil penjualan tapenya mampu menopang biaya hidup keluarganya. Dan ternyata lebih banyak dia mengalami hasil penjualan tapenya hanya mampu untuk balik modal saja.

Diakuinya, sebelum Covid-19 melanda di negeri ini, penjualan dari tape buatannya mampu memenuhi kebutuhan keluarga walaupun hanya sekedar cukup untuk kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan makan dan jajan anak sekolah. “Namun setelah Covid 19 melanda, penjualan pun menjadi sangat menurun, karena warung yang biasanya saya jadikan mitra untuk penitipan tape saya tidak buka usaha atau tutup sementara”, keluh Jumiati.

Malah ada warung yang belum tutup, namun mereka menolak menjual dagangan saya, dengan alasan khawatir tape saya tidak ada orang yang mau membeli, karena pada saat ini masyarakat memang merasa lebih penting belanja kebutuhan sehari-sehari seperti sembako.

Hal ini lah membuat Jumiati merasa gundah, mengharapkan pendapatan suami saja tidak jelas. Suami saya juga tidak ada penghasilan, terkadang ada pulang membawa uang, tapi malah lebih sering tidak membawa uang. “Mau gimana lagi ya pak, penghasilan tukang becak dayuk kan tidak menentu, sebetulnya sedih sih dengan kondisi ini tapi mau gimana lagi, beginilah takdirnya, mau tidak mau harus tetap di jalani, ”keluhnya.

“Belum lagi saat ini biaya anak sekolah, khususnya biaya sekolah anak saya yang duduk di bangku sekolah SMA. Walaupun katanya belajar di rumah tetapi uang sekolah (SPP) harus tetap di bayar juga. Saat ini saya bingung cara membayarnya, karena mencari uang itu saat ini benar-benar sulit. Dan saya selalu berdoa, agar Allah memudah kan rezeki saya, suami dan keluarga.”

"Dan Alhamdulillah, Allah SWT menjawab doa saya, ternyata masih ada masyarakat Indonesia yang peduli dengan kesusahan kami saat ini. InshaAllah Modal Usaha dari Usaha Mikro Indonesia yang diberikan oleh ACT ini bisa saya gunakan sebagai tambahan modal saya untuk meningkatkan jumlah produksi tape saya. Dengan meningkatkan jumlah produksi, semoga juga dapat meningkatkan jumlah penjualan dan pedapatan saya, dalam memenuhi kebutuhan keluarga serta pendidikan anak-anak. “Terimakasih ACT,” tutup Jumiati.