JAKARTA – Menanggapi wacana pemakzulan presiden dalam sepekan terakhir, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengatakan, di tengah suasana duka akibat pandemi Covid-19 dan ketika semua anak bangsa tengah meresapi hari kelahiran Pancasila, menyelenggarakan diskusi dengan mengangkat tema pemakzulan hanya akan menguras energi bangsa dan menuai kritik masyarakat luas, meskipun kegiatan diskusi merupakan ekspresi demokrasi untuk menyampaikan pendapat yang dijamin oleh konstitusi. "Itu memang hak setiap warga Negara menyampaikan pendapat, tapi harus juga diingat, menyampaikan pendapat itu harus disertai tanggung jawab dan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tandas Ahmad Basarah, Kamis (4/6/2020).

Hal itu diungkapkan Basarah, menanggapi dua diskusi online yang mengangkat tema pemakzulan presiden lalu menyedot perhatian publik.

Dalam sepekan terakhir, ada dua diskusi yang membahas pemakzulan presiden di tengah suasana duka pandemi Covid-19 dan ketika bangsa justru sedang mengenang hari kelahiran ideologi negara ini, Pancasila. Diskusi Webinar pertama diselenggarakan oleh Komunitas yang mengatasnamakan diri Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) yang mengangkat tema "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan".

Diskusi Webinar kedua bertajuk "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Corona" yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute.

Menurut Ahmad Basarah, dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang 'Menyampaikan Pendapat di Muka Umum" disebutkan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan. dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, selain bertanggung jawab dan harus sesuai peraturan perundang-undangan, Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini menilai bahwa dalam menyampaikan pendapat, setiap orang perlu mengedepankan aspek etika dan moral.

"Demokrasi memerlukan peraturan perundang-undangan agar cara kita hidup bernegara ini berada di jalan yang benar (on the right track). Begitu pula hukum, ia harus berjalan paralel dengan etika dan moral. Perlu harmonisasi antara demokrasi, hukum, etika dan moral," tutur doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini.

Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan ini, tema terkait pemakzulan presiden sudah kerap terjadi baik di mimbar akademik maupun forum lain, tapi sejauh ini tidak terlalu menimbulkan resistensi dan kegaduhan. Lantas mengapa belakangan wacana pemakzulan presiden menimbulkan reaksi penolakan publik secara luas?

Menurut Ahmad Basarah, fenomena penolakan dan kritis pedas publik ini mestinya menjadi bahan koreksi buat pihak penyelenggara diskusi. Fokus koreksi bukan pada aspek kegiatan dan tema diskusi, tapi lebih pada persoalan momentum yang tidak tepat karena diskusi itu dilakukan di tengah situasi keprihatinan ketika bangsa sedang berduka menghadapi pandemi Covid-19 dan berbarengan dengan peringatan hari lahir Pancasila 1 Juni.

"Semestinya, semua pihak turut prhatin jika melihat data per 3 Juni, jumlah korban terinfeksi Covid-19 mencapai 28.233 orang. Jumlah korban meninggal dunia mencapai1.698 orang, belum lagi harus menerima dampak Covid-19 yang multi dimensi. Jadi, dalam kondisi susah seperti ini mestinya semua pihak kompak mencari solusi, bukan mencari nama. Bukankah Pancasila yang menjadi ideologi negara kita mengajarkan lima falsafah hidup yang sangat berarti buat kita hidup bersama sebagai bangsa, mulai dari falsafah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kebijaksanaan, sampai keadilan sosial," tandasnya.

Ahmad Basarah berharap, dalam menghadapi wabah Covid-19, hendaknya semua komponen bangsa memiliki sense of crisis, tepo seliro dan kepekaan sosial seperti yang terkandung dalam kelima sila Pancasila serta tidak menjadikan demokasi sekadar tameng kebebasan berpendapat tapi senyatanya itu merupakan ungkapan sakit hati, tidak legowo, dan sejenisnya.

"Dalam situasi pandemi sekarang ini, seharusnya seluruh komponen masyarakat bahu membahu dan gotong-royong dalam menghadapi virus corona dan mengatasi dampak pandemi yang multi dimensi. Dengan gotong-royong dan disiplin kita mampu melewati wabah corona ini dengan keberhasilan," pungkasnya.***