JAKARTA - Kementerian Agama memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan jemaah haji Indonesia tahun 2020. Keputusan tersebut diambil mengingat pandemi Covid-19 masih melanda hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi.

"Pihak Arab Saudi tak kunjung membuka akses bagi jemaah haji dari negara mana pun. Akibatnya, pemerintah tidak mungkin lagi memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan, utamanya dalam pelayanan dan perlindungan jemaah," kata Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (2/6/2020).

Namun, keputusan pembatalan pemberangkatan ibadah haji oleh pemerintah ternyata dilakukan tanpa berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil rakyat.

Sontak, pembatalan yang dilakukan oleh Menteri Agama, Fachrul Razi itu pun menuai protes dari Komisi VIII DPR RI.

"Iya ada kekeliruan Pak Menteri, harusnya segala sesuatu tentang haji itu diputuskan bersama DPR, apakah biaya penyelenggaraan haji, anggaran setoran dari calon jamaah, kemudian pemberangkatan dan pemulangan," kata Ketua Komisi VIII DPR RI F-PAN, Yandri Susanto, Selasa (2/6).

Dikatakannya, seharusnya pemerintah duduk bersama DPR untuk menyepakati mengenai pembiayaan penyelenggaran haji serta setoran calon jamaah haji sebelum memutuskan pembatalan.

Pasalnya, kata Yandru, dari pihak otoritas pemerintah Arab Saudi belum memberikan keputusan membuka atau menutup pelaksanaan haji tahun 2020 ini.

"Itu disepakati semua bersama DPR, termasuk hal yang sangat penting seperti ini harus bersama-sama DPR untuk memutuskan batal atau tidak. Bagaimana kalau Arab Saudi tiba-tiba minggu depan membolehkan berangkat jamaah haji kita, gimana," tegasnya.

Oleh karenanya, ia menilai pembatalan keberangkatan ibadah haji 2020 ini merupakan keputusan sepihak dan tidak bertanggung jawab.

"Berarti kan pemerintah enggak bertanggung jawab dong. Oleh karena itu kita sudah mengagendakan rapat kerja hari Kamis lusa tanggal 4 Juni jam 10 atas izin pimpinan DPR untuk Raker dengan Menag. Tapi kan Menteri Agama umumkan hari ini, mungkin Menag enggak tahu undang-undang," tutupnya.***