LANGKAT-Kenyamanan warga dusun Selayang desa Lau Damak kecamatan Bahorok terusik pasca konflik satwa harimau sumatra memangsa sapi milik warga desa Timbang Lawan., Sabtu, (30/5/2020).

Lokasi konflik hanya sekitar 1,5 KM dari pemukiman warga dusun itu ke arah matahari terbit. Berjarak tak jauh beda area konflik dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ke arah matahari terbenam.

Warga terdengar mengeluh dengan situasi pandemi covid-19, menjadi dilema tersendiri bagi warga disana. Pasalnya ke kota /pusat keramaian dibatasi dengan aturan jarak dan protokol kesehatan.

"Pergi ke perkebunan milik pribadi di seputaran/pinggiran TNGL sedang berkeliaran harimau sumatra satwa yang dilindungi. Nyawankita juga terancam," keluh warga.

Berkaitan itu, pasca konflik satwa, pemerintah desa mengadakan rapat dengan pihak TNGL beserta mitra dengan warga peternak.

Bertujuan mencari solusi awal sehingga meminimalisir konflik susulan. Puluhan warga dan peternak hadir di kantor desa untuk berdialog dengan pihak yang bertanggung jawab terhadap keberadaan satwa buas yang memangsa ternak warga.

Kepala desa Lau Damak, Ngemat Ginting menuturkan beberapa bulan terakhir Sapi milik Hendri Sembiring warga dusun Tanjung Naman telah dimangsa siraja hutan.

Tak lama berselang kambing milik Raden Karo-Karo warga yang sama juga dimangsa harimau sumatera. Jejaknya jelas bahkan terekam camera trep/kamera pengintai.

"Kita Tak ingin ternak warga terus menjadi korban, masyarakat senantiasa dihantui kecemasan," ujar kades saat membuka rapat.

Kepala seksi Wil V SPTN Bukit Lawang, Parber Turnip mengatakan pihaknya akan siaga disekitar lokasi konflik. Beserta mitra dan pihak lainnya akan mendirikan menara pemantau serta patroli rutin disamping pemasangan camera trep.

"Kita akan melakukan pengusiran melalui suara dentuman sejenis mercon sehingga satwa liar dan buas itu kembali kehabitatnya kedalam kawasan hutan," urai Turnip.

Beberapa faktor penyebab harimau sumatra keluar dari habitatnya seperti minimnya stok makanan. Mendidik generasi berburu untuk bertahan hidup, adanya hubungan emosional dengan oknum warga sehingga satwa merasa terusik.

Kerusakan ekosistem habitat satwa di daerah lain serta faktor-faktor lain sebutnya. Turnip menghimbau dan mengingatkan masyarakat agar tidak melakukan perburuan, termasuk pemasangan jerat, menjaga kelestarian alam yang menjadi kelangsungan hidup satwa liar.

"Saat ini kompensasi terhadap konflik satwa belum dianggarkan negara. Namun pihak lembaga yang bermitra dengan TNGL seperti Stay will serta lainnya kemungkinan bisa membantu," tegas Turnip.

"Segera dikordinasikan untuk membantu korban konflik namun belum bisa memastikan bantuan dimaksud," imbuhnya. Warga peternak diminta untuk membuat permohonan melalui mitra TNGL untuk pembuatan kandang sehingga ternak lebih aman.

Sementara ketua Yayasan Hutan Untuk anak (YHUA) Batu Katak, Sutrisno Aries saat rapat mengaku akan membantu tim TNGL untuk siaga dan patroli. Sutrisno yang menguasai beberapa bahasa asing dan juga Bintara Kodam 1 BB mengatakan kita tidak ingin ada konflik.

"Ini masalah kita bersama sehingga kearifan lokal sangat mendukung kelestarian lingkungan dan alam serta satwa," ujarnya.

Ditempat yang sama camat Bahorok Dameka Putra Singarimbun S STP diwakili stafnya Malik saat ditemui mengatakan selayaknya ternak warga dievakuasi ke tempat yang lebih aman.

Untuk sementara kurangi kegiatan ke daerah hutan/perkebunan masyarakat. "Dianjurkan tetap waspada dan tidak seorang diri saat bepergian," kata Malik menirukan uraian camat.

Hadir saat rapat, Babinsa desa dari Koramil 06 Pelda B Ginting, Babinkantibmas dari Polsek, Bripka Herbert Tampubolon, kades Batu Jongjong, Tetap Ukur Ginting, kaur/perangkat desa.