JAKARTA - Pemerintah Indonesia akan segera mengambil kebijakan memperlonggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal.

Namun menurut Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan, New Normal adalah kebijakan jalan pintas tanpa perhitungan yang jelas. Bagi Dia, melakukan pelonggaran ataupun relaksasi PSBB untuk kepentingan ekonomi yang sangat terdampak Pandemi Covid-19 justru mengorbankan kesehatan dan kehidupan Rakyat sendiri.

"Mengapa Rakyat dikorbankan? karena seharusnya Relaksasi dilakukan seperti di negara2 lain apabila trends penurunan korban infeksi baru menurun terus sampai dibawah (Rt) 1.0," ujarnya, Kamis (28/5/2020).

Pada 26/5/2020 kemarin kata Politisi Demokrat ini, Indonesia bertambah 415 orang yang terkontaminasi Covid-19. "Dan ini masih sangat tinggi angkanya. Bayangkan yang meninggal saja bertambah 27 orang. Sehingga total kasus positif sebesar 23.165 kasus dengan 1.418 meninggal dunia dengan tingkat infeksi masih diatas 2.5.

Pemerintah kata Dia, harusnya belajar dari beberapa Negara yang melakukan pelonggaran pembatasan dengan pertimbangan matang. Pertama, Wuhan Cina dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan.

Wuhan Cina yang merupakan episentrum awal Covid-19 membuka kembali lockdown setelah terjadi penurunan tambahan kasus yaitu hanya 3 kasus positif dalam 3 pekan terakhir. Cina melakukan unlock setelah kasus positif mencapai 82.992 kasus dan kasus sembuh mencapai 78.277 kasus.

Jerman juga mulai membuka kembali bisnis secara bertahap, termasuk menggelar kembali liga bundesliga tanpa penonton. Jerman melakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan tambahan kasus secara signifikan dan mampu menyembuhkan 164 ribu dari total 181 ribu kasus positif. Data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular menyebutkan tingkat infeksi berada di angka 0,65. Meskipun lockdown dilonggarkan namun social distancing dan penggunaan masker tetap akan diberlakukan.

Negara lainya kata Syarief Hasan adalah Denmark. "Mereka mulai melonggarkan lockdown dan mulai membuka sekolah secara bertahap. Data dari Statens Serum Institute menyebutkan tingkat penularan di Denmark turun menjadi 0,7," tandasnya.

Kemudian Italia yang mulai memberikan izin bekerja untuk 4 juta orang. Usaha seperti restoran mulai dibuka takeaway. ibadah dan pernikahan, mulai dilakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan jumlah kasus aktif sebesar 2,29% dari total kasus konfirmasi mencapai 231 ribu dengan jumlah kasus sembuh 32.955 kasus.

Selanjutnya adalah Vietnam yang merupakan salah satu negara yang telah melonggarkan kebijakan pembatasan. Keputusan tersebut diambil setelah tak ada kasus baru COVID-19 selama enam hari berturut-turut dan tidak ada kasus meninggal. Kasus positif yang terjadi di Vietnam berjumlah 327 kasus dan tidak ada sama sekali meninggal dunia.

"Malaysia mulai juga melonggarkan lockdown untuk kegiatan perekonomian. Namun, usaha yang diizinkan beroperasi kembali harus mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Pelonggaran ini diambil setelah kasus positif mencapai 7.604 kasus dengan tingkat kesembuhan sebanyak 80,9 persen," urainya.

Belanda lanjutnya, membuka lockdown dengan ketat seperti jaga jarak Murid-murid diizinkan ke sekolah meski jam pelajaran masih dipangkas. Institut Kesehatan Masyarakat Belanda menyebutkan tingkat infeksi turun di bawah 1,0 sehingga kebijakan pelonggaran diambil setelah jumlah kasus positif di Belanda mencapai 45.578 kasus. Begitu pula dengan Korea Selatan yang melakukan pelonggaran setelah berhasil menurunkan tingkat infeksi baru secara signifikan hanya 40 orang.

Untuk itu, Syarief Hasan mendorong Pemerintah agar melakukan pertimbangan matang. Belajar lah dari negara-negara lain yang sudah melonggarkan pembatasan. "Maka tugas utama Pemerintah harus mampu menekan penularan Covid-19 terlebih dahulu di bawah tingkat infeksi 1,0. Pemerintah juga harus mempersiapkan segala protokoler agar Covid-19 dapat teratasi meski dilakukan pelonggaran PSBB. Perlu diingat pula bahwa Pemerintah terlambat melakukan PSBB sehingga hasilnya pun tentunya memerlukan waktu bukan dalam waktu yang singkat ini," tegasnya.

"Sekali lagi jangan mengorbankan kesehatan Rakyat. Seandainya Pemerintah tetap akan memberlakukan pelonggatan PSBB maka harus ada jaminan bahwa tidak akan terjadi peningkatan korban infeksi baru yang berarti dan korban yang sembuh harus semakin meningkat secara signifikant begitupun yang meninggal semakin kecil atau mendekati nol. Bila ada jaminan bagi Rakyat artinya Pemerintah telah bekerja sesuai amanat yang ditetapkan oleh konstitusi UUD 45," pungkasnya.***