JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay turut angkat bicara terkait keputusan Menkes soal panduan penanganan Covid-19 di tempat kerja.

Menurut Saleh Daulay, keputusan tersebut basi dan tak ada hal baru. "Says tidak menemukan sesuatu yang baru di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri. Apa yang termaktub di dalam keputusan itu adalah biasa. Sudah diterapkan dan sudah tersosialisasikan di masyarakat," ujar Wakil Ketua Fraksi PAN itu, Senin (25/5/2020).

Tanpa ada keputusan itu, kata Saleh, hal-hal yang diatur sudah diketahui banyak orang. Apalagi perusahan dan industri. Bahkan sebagian besar telah melaksanakan apa yang ada dalam keputusan tersebut.

Setidaknya kata Dia, ada lima poin penting yang diatur dalam ketentuan itu, pertama, pengukuran suhu ketika masuk kerja. Ia menilai aturan ini sudah basi, karena pengukuran suhu sudah banyak dilakukan di perkantoran dan di tempat-tempat kerja.

"Apakah ada jaminan bahwa pengukuran suhu itu akan aman bagi semua karyawan. Sebab, pada faktanya ada orang tanpa gejala (OTG) yang justru positif Corona," tegasnya.

Wakil Ketua MKD DPR ini juga menyoroti aturan perusahaan yang tidak boleh menerapkan lembur kerja sebagai upaya mengurangi sosial distancing dan physical distancing. "Perlu disadari, jika semua sudah dibolehkan bekerja, sosial distancing dan physical distancing sudah sulit untuk dikontrol," tegasnya.

Anehnya kata Dia, pada aturan ketiga, dimana ketentuan ini dilonggarkan dengan memungkinkan adanya lembur kerja dalam 3 shift. Namun untuk aturan 3 shift tersebut hanya berlaku bagi yang usianya di bawah 50 tahun.

"Aturan ini janggal. Sebab faktanya, berdasarkan data yang dirilis oleh gugus tugas, mereka yang positif corona yang berusia di bawah 50 tahun lebih dari 47 persen. Artinya, pembedaan usia layak lembur seperti ini sangat tidak tepat," tukasnya.

"Dari uraian di atas, saya menilai, keputusan menteri kesehatan tersebut tidak membawa perubahan baru. Kalau aturan itu dianggap sebagai bagian dari penerapan new normal, kelihatannya tidak tepat. Malah, menurut saya, aturan itu justru menjadi alasan bagi orang untuk melonggarkan sendiri aturan PSBB. Orang-orang tidak ditahan lagi di rumah-rumah. Mereka sudah bisa bekerja sebagaimana biasa," tukasnya.

Kemudian, soal perusahaan yang diminta untuk menjaga nutrisi karyawan dengan menyediakan vitamin C. Menurutnya, ini mungkin bisa dilaksanakan. Perusahaan-perusahaan harus mengeluarkan sedikit anggaran untuk pengadaan vitamin C ini.

Namun demikian, tetap harus dipersoalkan bahwa vitamin C ini belum tentu bisa sepenuhnya melindungi orang dari penyebaran virus Corona. Sejauh ini, belum ada penelitian yang menyebut bahwa vitamin C mampu melawan corona. Vitamin C hanya diyakini mampu meningkatkan kekebalan tubuh.

Selanjutnya, soal karyawan yang diwajibkan untuk memakai masker sejak dari rumah dan selama bekerja. Aturan ini kata Dia, sudah banyak dikerjakan. Bukan hanya karyawan dan pekerja, masyarakat biasa pun telah melaksanakannya. Namun pemakaian masker ini belum dapat dijadikan jaminan bahwa penyebaran covid-19 akan berhenti. Dasar pemakaian masker ini belum jelas landasannya.

"Ingat kan dulu waktu di awal-awal. Menteri kesehatan malah menyebut bahwa masker hanya bagi orang sakit. Orang sehat tidak perlu. Sekarang, malah semua orang diminta memakai. Kalau begini, rujukannya kan tidak jelas," urai mantan Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah itu.

"Konsekuensinya, jalanan akan ramai kembali. Pasar-pasar, mall-mall, industri, perkantoran, dan tempat kerja lainnya dipastikan akan ramai. Saya menilai, ini masih rawan. Apalagi faktanya, virus covid-19 belum bisa diputus mata rantai penyebarannya. Jangan terlalu gembira dengan aturan kemenkes ini. Tetap berhati-hati. Perang melawan Corona belum usai. Tidak hanya di negara kita, di negara lain pun sama," pungkasnya.***