JAKARTA - Istilah Covidiot tiba-tiba muncul belakangan ini. Istilah tersebut, disematkan kepada orang atau sekelompok masyarakat yang berperilaku 'aneh' menyikapi mewabahnya virus corona baru (Covid-19). Salahsatu situs Urbandictionary.com, membeberkan apa istilah Covidiot ini. Iya istilah itu memang ditujukan untuk menyebut seorang yang egois dan keras kepala, cenderung untuk tidak mengindahkan aturan, untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Istilah ini juga disematkan kepada mereka yang melakukan panic buying dan menimbun bahan makanan atau masker yang jelas-jelas merugikan orang lain. Bahkan tenaga medis pun sampai kelimpungan kekurangan masker.

Untuk sekadar contoh ramai menjadi pergunjingan massal setelah akum @Lambe_Turah yang kesohor itu mengunggah video ketika dua orang yang berbelanja di sebuah supermarket di Jakarta Selatan mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap.

Dalam video tersebut tampak dua orang satu keluarga itu mengenakan baju hazmat plus masker dan sarung tangan sembari membawa troli belanja. Tidak hanya menjadi tontonan menarik nan unik tetapi jadi pembicaraan dan cibiran sinis warganet.

Kenapa para 'Covidiot' dianggap tidak taat aturan? Sebagian masyarakat justru menganggap istilah itu tidak tepat. Merujuk pada peraturan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) misalnya, masyarakat justru dihadapkan kepada aturan yang tidak jelas.

PSBB pun dianggap hanya "Peraturan Sebatas Basa Basi". Aturan yang diharapkan bisa memutuskan mata rantai Covid-19, justru membuat rakyat kebingungan. Mulai aturan di rumah saja, dilarang mudik, dilarang ibadah di tempat - tempat ibadah, tapi tidak dibarengi dengan jaminan hidup yang memadai.

Saat warga diminta di rumah saja, jaminan hidup berupa kebutuhan pangan atau yang disebut bantuan bansos justru tidak merata. Saat warga dilarang mudik, pemerintah justru membuka kembali moda transportasi. Saat warga dilarang solat jumaat, ibadah di gereja, sampai solat tarawih di masjid, namun pemerintah terkesan membiarkan warga berkumpul saat restoran cepat saji akan tutup di Sarinah Thamrin.

Dan masih banyak lagi aturan-aturan yang dianggap hanya basa-basi belaka saat pemerintah gembar-gembor melawan Covid-19.

Di Jakarta misalnya, jika melihat fakta di lapangan selama diberlakukannya PSBB, masih banyak warga yang tidak mengindahkan imbauan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Hal ini seperti diungkapkan oleh Anies Baswedan sendiri, bahwa pergerakan kasus penularan virus corona (Covid-19) di wilayah Jakarta dan sekitarnya relatif tidak berubah selama diberlakukan PSBB pada 10-23 April lalu.

"Pergerakan kasus positif COVID-19 masih terus bertambah," kata Anies saat konferensi pers secara daring di Balai Kota DKI Jakarta.

Danu, salah satu warga DKI Jakarta mengatakan, penerapan PSBB tak membawa perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan masih banyaknya warga yang melakukan aktivitas di luar rumah seperti hari-hari sebelumnya. 

"Apaan PSBB? jalanan masih ramai, saya lihat pasar Tipar Cakung dan Ujung Menteng masih banyak orang," katanya.

Bahkan, Satuan Gugus Tugas Covid-19 justru memberikan kelonggaran bagi masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah. Syaratnya menurut Kepala BNPB, Doni Moenardo, warga yang dimaksud harus berusia dibawah 45 tahun.

Jadi, tak salah jika masyarakat menilai, peraturan penanganan Covid-19 membingungkan dan malah menambah susah masyarakat. Lantas apakah mereka yang sedang bingung kemudian bisa disebut Covidiot? Atau memang peraturannya yang sebatas basa-basi?.

Kita hanya bisa berdoa dan berharap, Covid-19 segera hilang di muka bumi, aktivitas masyarakat bisa normal kembali.Penulis adalah Jurnalis GoNews.co