SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui dana realokasi dan refocusing bantuan sosial untuk penanganan virus corona sangat gampang dikorupsi. ''Potensinya sangat tinggi untuk korupsi. Situasi seperti ini korupsi gampang banget. Saya kemarin sampaikan pada teman-teman, realokasi. Realokasi, refocusing, semua tolong dimaksimalkan,'' jelas Ganjar saat diskusi online, Sabtu (9/5/2020), seperti dikutip dari Merdeka.com.

Ganjar menceritakan, selama menangani pandemi Covid-19, sejumlah pihak mulai dari swasta hingga pejabat negara menawarkan dan mengusulkan kepadanya hal-hal yang tidak mudah diterima nalar.

''Saya ini di handphone saya ini hampir tiap hari ditawari macam-macam, mulai dari masalah masker dulu yang harganya tiba-tiba selangit. Saya bilang mana kemanusiaanmu. Terus kemudian muncul APD. Ada perusahaan besar yang mampu, jualannya Rp1 juta harganya, marah saya, bawa dalam ratas dengan kabinet. Ndak bisa, itu merah putihnya di mana itu, itu kalau saya diberi kewenangan, saya cabut izinnya itu. Saya bilang begitu,'' jelas dia.

Sebab itu, lanjut Ganjar, dia memberikan tugas tersebut kepada pihak inspektorat terkait agar nantinya melaporkan langsung padanya soal bagaimana anggaran bantuan sosial itu dibelanjakan.

''Apalagi kita bicara politik kuratif. Politik kuratifnya apa di kesehatan, kesehatan butuh alat banyak banget dan biasanya di alkes ini korupsinya juga banyak. Wong kondisi normal saja banyak kok. Saya sudah membatalkan alat-alat kesehatan pengadaan itu karena ini ternyata suppliernya ini oke, kerjasamanya ini hebat, nah alkes ini paling gampang, apalagi kondisinya seperti ini, alkesnya terbatas, maka semuanya berbondong-bondong ada yang nawari masker, APD, sampai rapid test,'' terang Ganjar.

Ganjar tidak mau salah langkah dalam penggunaan APBD untuk percepatan penanganan penyebaran Covid-19.

''Kami belum berani menggunakan APBD, belum berani karena apa? Kami belum bisa verifikasi (data) secara detail,'' tutur Ganjar.

Ganjar menyampaikan, untuk data penerima bantuan sosial saja nyatanya masih berbasis rincian tahun 2015. Sebab itu kini Pemprov Jateng ekstra kerja keras memperbaharui data tersebut.

''Akhirnya kemarin saya ngomong dengan Telkom, saya ajak bicara, barusan saya zoom juga dengan para Kades, seluruh Kades perangkat pertanyaannya sama, 'Pak Ganjar mana bantuan dari provinsi? Sorry bro, provinsi belum kasih. 'Anda ini ngawur Pak Ganjar, kami sudah kelabakan'. Belum, saya belum lihat kelabakan, karena tidak ada bantuan yang keluar, tidak ada. Ada bantuan yang satu-satu itu saya biarkan,'' jelas dia.

Ganjar menyatakan dirinya juga melakukan evaluasi dan pengawasan secara menyeluruh. Sebab itu, dia membuat program Jogo Tonggo yang bertujuan menyisir agar warga mendapatkan bantuan secara merata.

Program tingkat RW itu akan menelusuri rekam data warga mana saja yang mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Penerima Non Tunai (BPNT), bantuan dari pemerintah pusat, bantuan desa, kabupaten, kota, dan lainnya. Caranya dengan menempelkan stiker penanda di rumah-rumah.

Dengan begitu, lanjutnya, APBD dapat digunakan sebagai amunisi bantuan sosial terakhir bagi masyarakat. Bahkan masih ada dari Baznas dan CSR.

''Sehingga nanti anggaran-anggaran ini orang tidak panik, 'Pak ini semua saya belanjakan, kok datanya nggak bener, nanti saya di kecrek, saya ditangkap. Karena semua takut, semua diam. Lah kalau semua kemudian (diam) tidak mau membelanjakan, oh situasi ini bahaya. Itu kira-kira gambarannya,'' tutup dia. ***