SAMOSIR-Akibat bencana non-alam pagebluk Covid-19, para pengrajin tenun ulos di Kabupaten Samosir terpaksa berhenti bekerja, hasil tenunan warga tidak ada yang menampung, akibat pasar ulos berhenti. Karenanya, para pengrajin ulos berharap ada solusi dengan mengalokasikan dana desa (DD) untuk menampung pembelian ulos, menunggu situasi Indonesia benar-benar pulih dan berakhir dari wabah yang sedang melanda seluruh dunia itu.

Menyikapinya, Kepala Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat dan Desa (PPAMD) Kabupaten Samosir, Amon Sormin, dihubungi GoSumut, Sabtu (2/5/2020) menyampaikan, hal itu bisa saja dilakukan dan didiskusikan di tingkat desa dengan tetap mempertimbangkan kesanggupan anggaran yang ada.

"Memang arahan sekarang, garis besarnya ada 3 item peruntukan dana desa. Pertama, untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 (penyemprotan disinfektan dan pembagian masker). Kedua, kegiatan yang sifatnya padat karya tunai (mendukung ekonomi produktif desa), dan ketiga Bantuan Langsung Tunai (BLT). Makanya perlu dicoba di Desa dan dilihat hal-hal yang sangat perlu untuk mendukung perekonomian masyarakat," kata Amon Sormin.

Dijelaskan, dari sisi Petunjuk Teknis (juknis) penggunaan dana desa, tidak ada larangan untuk itu, namun perlu dianalisa, termasuk kemampuan keuangan dana desanya.

"Di cobalah dulu didiskusikan di Desa. Memang dalam juknis, saya lihat, sepertinya tidak ada larangan untuk itu. Namun perlu dianalisa, termasuk kemampuan keuangan dana desanya. Kalau memang itu yang bisa ditopang melalui kesepakatan di Desa, dari sisi larangan, memang tidak ada larangan untuk kegiatan seperti itu," ujarnya.

Lanjut Amon, justru kegiatan itu bisa jadi sebuah kekayaan di Desa, dan justru kegiatan fisik dipending atau ditunda dulu. "Justru itu jadi sebuah kekayaan di Desa. Justru kegiatan fisik, agak dipending dulu. Hal itu sangat menarik untuk didiskusikan. Dan hasil musyawarah desa, juga punya kekuatan untuk itu," tutup Amon.

Sebelumnya, informasi yang dihimpun GoSumut dari beberapa warga pengrajin ulos di Kabupaten Samosir, sebelum masa pandemi Covid-19, harga ulos karo per lembar bervariasi, mulai dari Rp 330 ribu hingga Rp 300 ribu. Namun setelah wabah Covid-19, harga turun drastis hingga Rp 150 ribu per lembar, dan sekarang bahkan tidak lagi ada yang menampung.

Serupa halnya dengan ulos bulu torus, sebelum masa pagebluk Corona, masih ada tauke yang menampung dengan harga hingga Rp 400 ribu per lembar. Namun setelah wabah datang, harga turun menjadi Rp 200 ribu per lembar. Selain tidak ada lagi yang menampung, turunnya harga ulos, turut jadi pemicu banyaknya warga pengrajin ulos yang berhenti menenun dan gulung perkakas atau peralatan tenun.