JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah meningkatkan perhatian terhadap pengelolaan lembaga pemasyarakatan (Lapas). Isu kelebihan kapasitas sudah berlangsung selama bertahun-tahun, namun belum juga ada solusi yang memadai. "Hal ini menyebabkan Lapas kerap kelebihan kapasitas. Mekanisme pembinaan di Lapas pun menjadi tidak maksimal karena adanya keterbatasan jumlah petugas dan fasilitas fisik seperti ruang pelatihan serta bengkel kerja bagi warga binaan,” ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, dalam keterangannya menyambut peringatan Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-56 yang jatuh pada 27 April 2020.

Menurut Sistem Database Pemasyarakatan Kemenkumham (14/4/2020), jumlah narapidana dan tahanan (termasuk anak-anak) di Indonesia ada 260.281 orang. Sementara, kapasitas penjara hanya 131.931 orang. Artinya terjadi kelebihan kapasitas 97%.

"Perlu strategi jangka panjang untuk merestrukturisasi sistem peradilan dan Lapas. Kondisi Lapas yang tidak manusiawi bisa menjadi salah satu faktor yang membuat sebagian warga binaan yang berada di sana tidak keluar menjadi individu yang lebih baik dibanding sebelumnya,” ujar Rerie.

Rerie juga menyoroti soal pengelolaan Lapas khusus perempuan. Pasalnya, Rerie melihat, warga binaan pemasyarakatan (WBP) perempuan menghadapi permasalahan lebih kompleks jika dibandingkan dengan WBP pria.

"Jumlah WBP perempuan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dengan kebutuhan dasar yang lebih kompleks daripada pria, saya berharap pemerintah memberikan perhatian khusus dari sisi pengelolaan, sarana dan prasarana, serta penambahan kapasitas lapas khusus perempuan," ungkapnya.

Data Ditjen Pemasyarakatan pada Mei 2018 mencatat ada 13.569 WBP perempuan. Padahal pada 2014 baru berkisar 7.000-an orang. Sementara itu, per November 2017, di Indonesia hanya ada 34 Lapas dan empat Rutan yang secara khusus dirancang untuk menampung perempuan dan anak-anak.

Akibatnya, hanya kurang lebih 50% narapidana/WBP perempuan ditampung di 38 fasilitas yang dirancang khusus untuk perempuan tersebut. Separuh lainnya berada dalam Lapas/Rutan laki-laki meskipun berada dalam blok atau sel terpisah.

Rerie menyadari overcapacity merupakan masalah yang umum bagi lapas di seluruh Indonesia. Tetapi, tegasnya, dengan permasalahan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan kebutuhan WBP pria, penambahan kapasitas Lapas perempuan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah.

Selain menghadapi masalah overcapacity, politisi Partai NasDem itu menambahkan, WBP perempuan juga memerlukan perlakuan khusus di Lapas terkait faktor psikologis.

"Para WBP perempuan itu umumnya sulit menerima kondisi yang terjadi, termasuk pemisahan dari keluarga dan sulit beradaptasi dengan lingkungan penjara," ujarnya.

Trauma di masa lalu, jelas Rerie, seringkali menjadi faktor yang membuat perempuan WBP cenderung memiliki tingkat permasalahan psikologis lebih tinggi.

"Situasi tersebut menunjukkan pentingnya penyediaan layanan kesehatan mental bagi para perempuan penghuni lembaga pemasyarakatan," tambahnya.

Selain itu, tambah Rerie, pelatihan seperti parenting skill, pelatihan interpersonal, dan komunikasi efektif, juga wajib diberikan kepada WBP.

"Memperbaiki kualitas pelayanan sistem Lapas adalah langkah penting yang tidak bisa ditunda lagi. Negara harus hadir, namun ada kalanya negara perlu untuk tidak sendirian hadir. Kerja sama antara negara dan aktor non-negara perlu terus ditumbuhkan," pungkasnya.***