ALLAH Subhanahu wa ta'ala (Swt) Sang Pencipta kehidupan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 275 berfirman, “Orang-orang yang mengambil riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas, ”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)

Dalam Surat Al-Baqarah 276 Allah Swt lebih keras lagi berfirman: "Allah akan menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kemungkaran dan bergelimang dosa (riba)".

Allah menghancurkan riba dalam Tafsir Ibnu Katsir maksudnya adalah harta yang diperoleh secara riba akan dimusnahkan dengan cara Allah seperti terkena musibah. Dengan kata lain, harta yang diperoleh dari cara riba menjadi tidak berkah, ada saja masalah yang terjadi dengan diri dan keluarga para pengambil riba.

Apa itu riba? Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interesting/Fa'idah) menyebutkan, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya.

Ulama ahli fikih Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu' menyebutkan, riba adalah permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa pelunasan. Sedangkan ulama Yusuf Al-Qardhawy dalam Kitab Fawa'id Al-Bunuk menegaskan, bunga bank adalah riba yang diharamkan.

Begitu kerasnya peringatan Allah dan para ulama tentang riba, sudah semestinyalah umat Islam Indonesia introspeksi diri sekaligus segera bertaubat, lalu beraktivitas ekonomi secara syariah. Salah satunya melalui Bank Syariah.

Prinsip dasar perbankan syariah jauh lebih bermanfaat dan diridhoi Allah Swt. Dengan kata lain, Bank Syariah merupakan jalan lurus menuju kehalalan berekonomi dengan ganjaran pahala (Surga).

Prinsip Bagi Hasil

Perbankan syariah adalah sistem perbankan yang menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan bagi bank dan nasabah. Sistem perbankan syariah yang dalam pelaksanaannya berlandaskan pada syariah (hukum) Islam, menonjolkan aspek keadilan dan kejujuran dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan spekulatif dari berbagai transaksi keuangan. 

Lebih jauh lagi, kemanfaatannya akan dinikmati tidak hanya oleh umat Islam saja, tetapi dapat membawa kesejahteraan bagi semua kalangan masyarakat atau rahmatan lil alamin (menjadi rahmat bagi segenap alam).

Perbankan Syariah

Sistem ekonomi Islam menjadi dasar beroperasinya Bank Syariah. Yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.

Dalam menjalankan operasinya, Bank Syariah memiliki tiga fungsi  :

Pertama, sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi / deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai ketentuan syariah dan kebijakan investasi bank.

Kedua, sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana (sahibul maal) sesuai arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi)

Ketiga, sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sesuai dengan prinsip syariah.

Dari ketiga fungsi tersebut maka produk Bank Syariah termasuk BNI Syariah akan terdiri dari :

Mudharabah

Perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi : 

Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki.

Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.

Musyarakah

Perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa kegiatan.

Wadi’ah

Adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadi'ah dibedakan menjadi : 

Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat ketika diperlukan seperti Giro, Tabungan dan Deposito.

Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).

Prinsip Jual Beli terdiri dari Murabahah, Salam dan Ishtisna.

Murabahah yakni akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Salam, yakni pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian

Ishtisna, yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai pesanan pembeli dan pembayaran

Murabahah juga dapat diartikan perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya adalah penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.

Jika seseorang melakukan penjualan komoditas/barang dengan harga lump sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut. Penjualan ini disebut musawamah.

Tahun 2008, Dewan Syariah Nasional menerbitkan fatwa mengenai akad musyarakah mutanaqisah dalam pembiayaan (kredit kepemilikan rumah (KPR). Kemudian di 2012 Bank Indonesia mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah yang semakin melegitimasi penerapan akad musyarakah mutanaqisah di perbankan syariah. Akad Musyarakah mutanaqisah dalam produk KPR akan mempermudah nasabah dalam pembiayaan KPR tersebut. Keunggulan akad musyarakah mutanaqisah bagi nasabah adalah jangka waktu pembiayaan yang lebih lama dan angsuran yang relatif lebih murah.

BNI Griya iB Hasanah

BNI Griya iB Hasanah adalah fasilitas pembiayaan konsumtif atau KPR yang diberikan kepada masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi rumah (termasuk ruko, rusun, rukan, apartemen dan sejenisnya), dan membeli tanah kavling serta rumah indent, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali masing-masing calon nasabah.

Keunggulan BNI Griya iB Hasanah, pertama, proses lebih cepat dengan persyaratan yang mudah sesuai prinsip syariah.

Kedua, maksimum pembiayaan hingga Rp. 25 Miliar.

Ketiga, jangka waktu pembiayaan sampai 15 tahun kecuali untuk pembelian kavling maksimal 10 tahun atau disesuaikan dengan kemampuan pembayaran.

Keempat, jangka waktu diberikan hingga 20 tahun untuk nasabah fixed-income.

Kelima, uang muka ringan yang dikaitkan dengan penggunaan pembiayaan.

Keenam, harga jual tetap tidak berubah sampai lunas.

Ketujuh, pembayaran angsuran melalui debet rekening secara otomatis atau dapat dilakukan di seluruh Kantor Cabang BNI Syariah maupun BNI Konvensional.

Akad BNI Griya iB Hasanah menggunakan cara Murabahah, Musyarakah Mutanaqisah.

Adapun persyaratannya: Pertama, harus warga Negara Indonesia. Kedua, usia minimal 21 tahun dan maksimal sampai dengan saat pensiun pembiayaan harus lunas. Ketiga, berpenghasilan tetap dan masa kerja minimal 2 tahun. Keempat, mengisi formulir dan melengkapi dokumen yang dibutuhkan.

Program BNI Griya iB Hasanah ini sangat tepat untuk anak muda (milenial). Selain bermanfaat, juga aman, nyaman dan berkah. Alhamdulillah...***