MEDAN-Masyarakat di sejumlah kecamatan yang Kabupaten Langkat mempertanyakan kebijakan Lapas Kelas II Sidikalang yang mengikutsertakan Ngertiken Sembiring , seorang narapidana kasus kekerasan dalam program asimilasi Kementerian Hukum Dan Ham dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 di lembaga permasyarakatan.

Pasalnya, Ngertiken Sembiring dinilai belum layak mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) yang menjadi dasar diikutkan dalam progam asimilasi itu.

Ketua DPD Gerakan Nasional Penegak Hak Asasi Manusia (GN-GAK HAM) Sumatera Utara (Sumut) Budianto, SAg mengatakan, Ngertiken Sembiring merupakan narapidana untuk kasus pembunuhan pada 2004 dengan masa hukuman 9 tahun penjara. Harusnya NS baru bebas di tahun 2013.

"Tetapi pada tahun 2010, Ngertiken Sembiring kembali divonis 13 tahun penjara karena melakukan KDRT terhadap istrinya dengan membakar istrinya hidup-hidup," ujar Budianto kepada wartawan di Warkop Jurnalis Medan, Selasa (14/3/2020).

Di 2016, Ngertiken Sembiring menurut Budianto mendapatkan hak hukumnya yakni Pembebasan Bersyarat.

"Hak itu ia dapatkan setelah adanya putusan Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Ham tertanggal 1 September 2016, kata Budianto.

Tetapi pada saat menjalankan PB tersebut kata Budi, Ngertiken Sembiring kembali mengulah dan melakukan tindak pidana pengancaman dan percobaan pembunuhan. Kali ini yang menjadi korban adalah Ngakurken Tarigan.

"Untuk kasus ini, dia dijatuhi hukuman 4 tahun. Dan ini dijalankan mulai 2018," kata Budi.

Karena itu lanjut Budi, jika mengacu kepada ketentuan, maka Pembebasan Bersyarat yang diajukan Ngertiken Sembiring untuk kasus pembunuhan itu harusnya dicabut.

"Ini diatur dalam pasal 136 Peraturan Menkumham RI No. 03 tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat," terangnya.

"Apalagi, jika mengacu ke pasal 139 ayat B, ada syarat khusus yang terpenuhi, yakni menimbulkan keresahan dalam masyarakat," sambungnya.

Karena itu, warga yang keberatan, Selasa pagi melayangkan surat ke Bapas Kelas I Medan dan juga Kanwil Hukum dan HAM Sumatera Utara.

"Dan kami juga akan mengirimkan surat yang mempertanyakan pertimbangan pemberian PB dan Asimilasi terhadap NS ke Komisi Yudisial dan juga Mahkamah Konstitusi," tutupnya.*