MEDAN-Dewan Pengawas (Dewas) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi, Iqbal angkat bicara terkait kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Iqbal menyebut, pembayaran kontribusi PAD ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemrovsu) harus ada pengesahan dari gubernur.

Hal itu disampaikan Iqbal menjawab wartawan seputar belum dibayarkannya kontribus PDAM Tirtanadi ke PAD Pemprovsu, Selasa, (10/3/2020).

Iqbal mengatakan bahwa pihaknya memang selalu melakukan rapat untuk membuat laporan tentang pengawasan kinerja maupun keuangan PDAM Tirtanadi dan hasil serta laporan terkait hal itupun disampaikan kepada Pemrov Sumut. "Dan itu semua tertuang dalam laporan kita kepada Pemrov. Laporan itu wajib kita kasih karena peraturan kan," katanya.

Saat disinggung apakah Dewas mengetahui mengenai adanya kekurangan setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke Pemrov hingga muncul adanya dugaan kasus korupsi, ia pun tidak membantahnya. "Informasi yang beredar kan seolah-olah kita tidak bayar PAD, sebenarnya PAD sudah dibayar 20 miliar dan ada sisanya. Di PP 54 itu PAD itu 55 persen. Nah, problemnya bukan berapa yang kita mau bayar, proses pembayaran PAD itu harus ada pengesahan dari Gubernur," jelasnya.

Terkait PAD 2018, ditambahkan Iqbal, saat itu dirinya belum menjadi Dewas. "Terkait kasus 2018, dewas belum kita. Namun ada persoalan yang membuat proses pengesahan itu lebih lama. Sehingga kalau tidak salah sekitar 26 Desember 2019 baru ada pengesahan laporan keuangan tahun 2018. Maka, itu lah yang membuat keterlambatan itu. Bukan berarti kita tak bayar," tambahnya.

Selain itu, Iqbal menjelaskan bahwa kekurangan PAD yang mereka belum bayar karena menunggu penandatangan dari Gubernur Sumatera Utara. "Kita hari ini telah mengajukan laporan keuangan ke gubernur tapi itu nanti melalui proses SPI, inspektorat dan audit independen baru setelah itu kita ajukan kepada gubernur. Nanti gubernur mengesahkan baru kita lihat berapa keuntungan kita dan setelah itu kita bayar," jelasnya.

Namun, Iqbal menegaskan bahwa pihak Dewas sudah mengingatkan kepada direksi untuk menyelesaikan seluruh kewajiban. "Kita seluruh Dewas sudah menyampaikan dan mengingat kepada direksi untuk menyelesaikan seluruh kewajiban. Di mana, Perda itulah yang mewajibkan kita menyetorkan kewajiban kita," tegasnya.

Informasi sebelumnya, kasus dugaan korupsi setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke PAD Pemerintahan Provinsi Sumut masih bergulir di Polda Sumatera Utara.

Kasus inipun sampai saat ini masih proses dalam penyelidikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumut, Kombes Pol Rony Samtama menyebutkan, pihaknya masih mendalami kasus dugaan korupsi setoran kontribusi PDAM Tirtanadi ke PAD Pemprov Sumut. “Masih lidik,” katanya beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Sumatera Utara Misno Adisyah Putra, mengatakan dugaan korupsi tersebut harus diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku sampai ke akarnya.

Diketahui, penyelidikan kasus dugaan korupsi ini dilakukan Polda Sumut karena pembayaran kontribusi PAD Sumut terindikasi belum dilakukan sesuai besaran yang seharusnya.

Dari keuntungan PDAM Tirtanadi sebesar Rp 74 miliar, jumlah yang disetorkan masih sekitar Rp. 20 miliar oleh Arif Haryadian yang saat itu menjabat Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi.

Jumlah ini masih belum sesuai besaran jika mengacu pada Perda nomor 3 tahun 2018 dalam pasal 50 yang menyebutkan, apabila PDAM Tirtanadi cakupan wilayahnya sudah mencapai 80 persen lebih atau sama, maka diwajibkan menyetor kontribusi PAD ke Pemprovsu sebesar 55 persen dari keuntungan.

Arif Haryadian mengaku sudah diperiksa penyidik Polda Sumut terkait dugaan korupsi tersebut. Dia menjelaskan kronologis pembayaran tersebut, dana cicilan pertama disetor sebesar Rp20 miliar.

Setelah pembayaran tersebut, dia kemudian tidak lagi menjabat posisi Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi, sehingga cicilan selanjutnya seharusnya menjadi tanggungjawab pejabat yang menggantikannya.