SAMOSIR-Pemerintah Kabupaten Samosir sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sejak tahun 2011. Sesuai Perda No 12 Tahun 2011, retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebesar Rp 7.000,00 untuk pemukiman. Walau sudah memiliki Perda retribusi sampah, namun penanganan masih saja buruk.

"Sesuai Perda, kita dikenai retribusi Rp 7 ribu per bulan, namun penanganannya masih jelek, buruk. Kami warga Desa Ronggurnihuta, sangat keberatan akan sampah yang dibuang di hutan lindung di wilayah Kecamatan Ronggurnihuta ini. Kami sangat tidak nyaman dengan bau busuk menyengat yang ditimbulkan tumpukan sampah disana," cetus salah satu tokoh pemuda, Piyo Simbolon, mewakili warga Ronggurnihuta kepada GoSumut, Selasa (3/3/2020) sore, menyikapi keberadaan TPA di hutan lindung, Kecamatan Ronggurnihuta.

Dijelaskan, setiap harinya, setidaknya ada 15 truk sampah milik Pemerintah Kabupaten Samosir yang lalu lalang mengangkut sampah ke TPA itu.

"Setiap hari, sekitar 15 mobil truk sampah milik Pemerintah Kabupaten Samosir mengantar sampah dari berbagai kecamatan ke hutan itu. Sampah yang diangkut beragam jenisnya, namun ditumpuk di tengah hutan. Sudah begitu, tidak diolah berdasarkan jenis dan limbahnya. Ini jelas mengkhawatirkan dan berakibat fatal bagi kesehatan warga Ronggurnihuta secara khusus, warga Samosir secara umum," ungkap Piyo.

Menurutnya, solusi yang harus dipikirkan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir, seperti mengambil lahan PT TPL seluas 10 hektar dari sebanyak 12 ribu hektar milik TPL untuk dijadikan TPA Samosir, sehingga menimbulkan kenyamanan bagi seluruh masyarakat Samosir yang tersebar di 9 Kecamatan, 128 desa, 6 Kelurahan.

Sebelumnya, pada hari yang sama, tim dari Komisi III DPRD Kabupaten Samosir, yang diketuai Jonner Simbolon, telah turun meninjau langsung hutan lindung di Kecamatan Ronggurnihuta yang dijadikan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir sebagai TPA tanpa izin.

Pada kesempatan itu, Ketua Komisi III mengakui bahwa TPA itu berdiri tanpa izin dan pengelolanya memang masih buruk. "Setelah kita turun melihat secara detail, memang penanganan masih buruk. Tadi baru tau kita, ternyata karena tadi kita hadirkan disitu dari Dinas Lingkungan Hidup melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) unit XIX di Samosir, Pak Simatupang, bahwa ternyata belum ada izin," ujarnya.

Menyikapi hal itu, Jonner menyampaikan, akan segera memanggil pihak Kabupaten dan Kehutanan untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Karena selama ini juga tidak ada koordinasi Pemerintah Kabupaten kepada DPRD untuk menjadikan hutan lindung itu jadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

"Tidak ada koordinasi ke kita. Tadi sudah disampaikan, bahwa ada surat dari Kehutanan kepada eksekutif, terhadap Bupati. Makanya tadi, kita sudah minta, supaya surat itu dikasih dulu sama kita. Kapan mereka surati, dan apakah sudah ada jawaban atau tidak. Namun ternyata, yang disampaikan mereka belum ada jawaban sampai sekarang. Makanya segera akan kita lakukan RDPU," ucap Jonner.

Walau sudah meninjau langsung lokasi TPA itu, Jonner mengatakan tidak akan langsung menyetop kegiatan dimaksud. "Tidak disetop, karena memang kita belum ada TPA sama sekali. Tetapi penanganannya dilokasi, mereka sudah berjanji akan segera melakukan open dumping, melakukan penyemprotan, penguburan, dan penutupan sampah. Itu sudah mereka janjikan," kata Jonner.

Lanjutnya, saran dari Komisi III DPRD Samosir, guna meminimalisir tumpukan sampah di kawasan hutan lindung yang masuk pada wilayah Kecamatan Ronggurnihuta itu, Pemerintah Kabupaten Samosir agar memperbanyak Tempat Pembuangan Sementara (TPS).

"Saran dari kita, untuk meminimalisir disini, karena faktanya ini sudah TPA, bukan TPS lagi, maka kita harapkan TPS nya harus diperbanyak dibeberapa zona di Kabupaten Samosir. Kalau tidak bisa satu TPS untuk satu Kecamatan, paling tidak 4 zona kita rekomendasikan supaya segera dicari untuk lahan pembuangan sampah sementara,"tutupnya.