MEDAN-Setelah beberapa waktu lalu menggelar diskusi tentang identitas kota, kini Bobby bertemu dengan sejumlah arsitek untuk menindaklanjuti rekomendasi dari diskusi tersebut.

Kali ini Bobby berencana membentuk super team untuk penataan kota.

Jebolan S2 Agribisnis IPB itu bertemu empat orang arsitek di Junction Cafe Jalan Uskup Agung Medan, Sabtu (29/2/2020). Diskusi dimulai dari penataan Kota Lama Kesawan sebagai salah satu identitas Kota Medan.

Kemudian soal isu Lapangan Merdeka yang konon akan dikembalikan sesuai fungsinya. Lapangan Benteng Medan juga dibahas untuk penataan. Pemanfaatan Sungai Deli sebagai salahsatu situs sejarah dan potensi perdagangan di Kota Medan, juga mendapatkan perhatian maksimal.

Bobby juga risau dengan keberadaan ruang terbuka hijau di Kota Medan yang dirasa masih kurang. Keberadaan hutan kota untuk menyerap polusi di Kota Medan juga belum mencukupi.

Kepada empat arsitek itu yakni Ramadoni, Suhardi, Shindi Indira dan Dedi Wahyudi Sormin, Bobby menyampaikan sebenarnya di Medan sudah mulai tumbuh kesadaran masyarakat untuk peduli akan tata kota.

Suami Kahiyang Ayu itu mencontohkan kesadaran masyarakat di Kampung Bahari Belawan yang secara swadaya membenahi tempat tinggalnya menjadi layak huni, jauh dari sampah. "Kesadaran masyarakat mulai ada, tinggal kita berusaha berkolaborasi untuk mencapai kemajuan di Kota Medan," kata Penggagas Kolaborasi Medan Berkah tersebut.

Ditambahkan Bobby, pihaknya ingin menciptakan super team untuk menata Kota Medan menjadi lebih indah dan fungsional. Maka itu semua pihak yang telah berbuat diajak untuk berkolaborasi. "Kita butuh super team untuk berkolaborasi menciptakan identitas Kota Medan," katanya.

Ramadoni salah satu arsitek mengatakan, untuk membenahi sebuah kota perlu koordinasi antara banyak pihak. "Ide sudah disampaikan tapi masalah di pelaksanaannya," kata dia.

Ditimpali Suhardi, yang dibutuhkan adalah bagaimana semua pihak menemukan kolaborasi dengan orang yang tepat. "Kepemimpinan yang kurang kuat menurut saya jadi masalah. Karena komitmen untuk membangun diragukan. Bahkan pemimpin tidak tahu kebutuhan warga kota," timpal Suhardi yang kuliah di Belanda untuk bidang arsitektur.

Ditambahkan Suhardi, pemimpin harus bisa jadi inspirasi, dengan visi yang diusung. "Selama 20 tahun medan kehilangan visi," katanya.

Sementara Shindi menyoroti ribetnya sistem birokrasi.

Menurutnya ide-ide pembangunan bisa stagnan akibat birokrasi. "Semua pihak harusnya duduk bareng untuk mencapai mufakat," harapnya.strong>