SIMALUNGUN - Tim Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) bersama Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, turun ke Negeri Dolok, Kecamatan Silau Kahean, Kabupaten Simalungun, Rabu (19/2/2020) siang. Kehadiran tim yang dipimpin Ketua Prodi Profesi Dokter FK UISU DR dr Umar Zein SpPD, DTM&H, KPTI, tak lain untuk memberikan edukasi dan pengobatan massal kepada warga di 16 kelurahan di Kecamatan Silau Kahean.

Dalam paparannya, Umar Zein menyampaikan, kasus cacing pita ini pernah ditemukan di Papua tepatnya di Kabupaten Jaya Wijaya, di Bali dan Silau Kahean.

"Tahun 1997, cacing pita kali pertama ditemukan di Sumatera Utara yakni di Pulau Samosir. Namun, pada 2017 lalu kita dari FK UISU telah menemukan cacing pita di Negeri Dolok ini yang kami dapatkan dari salah seorang warga bernama Kalekson Saragih dengan panjang sekitar 10,5 meter dan saat itu kami berikan nama Taenia Asiatica Simalungun," ujar Umar di hadapan warga di 16 kelurahan di Kecamatan Silau Kahean.

Sejak penemuan itu, lanjut Umar, 3 universitas di Jepang berkeinginan kuat bersama FK UISU untuk turun kembali ke Negeri Dolok, namun lebih kepada pemeriksaan terhadap babi.

"Kedatangan kita kemari yakni ingin mengedukasi warga dan juga sekaligus melakukan pengobatan. Kemungkinan dalam waktu yang tak terlalu lama, kita akan turun kembali ke sini," terangnya.

Umar juga sangat berkeinginan Tim Peneliti FK UISU bekerjasama dengan seluruh pihak untuk membuat buku dan film dokumenter mengenai cacing pita ini.

"Sebab ini adalah ilmu pengetahuan dan ke depan buku yang kita tuliskan nanti dapat digunakan di Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Saya berharap ini bisa kita lakukan demi kepentingan bersama," tandasnya.

Di tempat yang sama, Kabid P2P Dinkes Simalungun, dr Henny Rosella Pane menerangkan, rata rata penduduk di Silau Kahean ini merupakan petani dan peternak seperti peternak babi, sapi dan mengakui kebiasaan warganya yang mengonsumsi makanan yang kurang dimasak.

"Kami sangat berterimakasih sekali atas kehadiran Tim dari FK UISU, Kemenkes dan Dinkes Provsu akan kehadirannya di tempat kami ini," terangnya.

Kasi P2P Simalungun, Gimbrot Sinaga, berharap pemerintah kecamatan dapat memutus mata rantai yakni tidak membuang air besar sembarangan.

"Kalau tidak punya jamban, kita di dinas memiliki program jamban sehat. Kemudian, ternak (babi) harus dikandangkan," pintanya.

Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan Silau Kahean, Rajaima Purba, berharap dengan adanya pemberian obat cacing pita tersebut, akan terputusnya mata rantai.

"Untuk memutus mata rantai, dibuatlah pembinaan melalui dinas peternaka dan dinas kesehatan, dibuat sosialisasi bagaimana mengonsumsi daging yang baik, bagaimana menjaga kesehatan yang baik. Itu saya rasa," ujarnya.

Rajaiman juga mengakui, mengonsumsi daging babi tanpa dimasak sudah menjadi tradisi bagi warga.

"Masih menjadi budaya makan daging Holat itu. Dia direndam air panas, memasaknya hanya dengan menggunakan asam
meminta perwakilan warga dari 16 nagori untuk mengikuti kegiatan ini dengan sebaik-baiknya.

Di tempat yang sama, Kasi P2P Dinkes Sumut, dr Yulia Maryani menerangkan, terkait pemeriksaan dan sosialisasi cacing pita ini, pihaknya menggandeng Tim dari FK UISU seperti kegiatan hari ini.

"Jadi kerjasamanya kita libatkan tim peneliti dari FK UISU. Dengan bantuan tim peneliti itu kita menindaklanjuti. Karena ini masih baru, karena selama ini tidak ada kasus cacing pita yang muncul," jelasnya.

Di akhir penyuluhan, Subdit Zoonosis Kemenkes RI, dr. Sorta Sianturi memberikan secara simbolis 1.000 obat praziquantel pembasmi cacing pita kepada Kepala Puskesmas Negeri Dolok, dr Bima Barus.

Saat sesi tanya jawab, salah seorang warga Martin Damanik mengakui, pada tahun 2017, dirinya turut hadir dan mendapatkan obat praziquantel yang diberikan Tim Peneliti dari FK UISU dan dia sangat berterimakasih sekali. Namun, dirinya turut akan berobat kembali mana kala masih adanya cacing pita yang masih bersarang di dalam tubuhnya.

Dalam pertemuan tersebut, sekitar 100 warga turut hadir dalam sosialisasi dan pengobatan yang dilakukan Tim Peneliti FK UISU bersama Kemenkes RI dan Dinkes Provsu.

Kepada tim, D Damanik mengaku, sekitar 5 tahun dirinya sudah merasakan cacing pita bersarang di perutnya.

"Ketika saya buang air besar, ada juga (potongan cacing pita) kecil kecil turun, udah sering makan obat, tapi masih ada cacingnya," akunya.

Begitu juga dengan J Sinaga. Dirinya menerangkan, sekitar 2 tahun mengalami.

"Begitu saya buang air besar, ada sekitar 2 inchi panjangnya. Kami bangga juga atas kunjungan ini dan bisa diantisipasi secara medis untuk obatnya," harapnya.

Meskipun rata-rata warga yang hadir mengeluhkan hal yang sama, namun Kabid P2P Dinkes Simalungun, dr Henny berharap agar warga pulang ke rumah dan ketika buang air besar agar menampung kotorannya.

"Jika terdapat cacing, maka silakan bawa cacingnya ke puskesmas dan nanti akan kita berikan obatnya," ujar Henny sembari membagikan wadah penampung potongan cacing pita yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Usai pertemuan, tak lama kemudian beberapa warga kembali mendatangi Puskesmas Negeri Dolok sembari membawa potongan cacing pita yang telah amankan dalam pot sebelumnya.

Hadir juga Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UISU, Dr.dr.Mayang Sari, M.Kes dan dr. Faisal Balatif. MKes serta Bagian Parasitologi FK UISU dr. Munauwarus Sarirah, M. Biomed dan dr. Anna Yusria, M.Sc.

Sementara itu, sebelum ke Negeri Dolok, Tim Kemenkes RI, Dinkes Pemprovsu, FK.UISU mengadakan pertemuan dengan Dekan FK UISU dr Indra Janis MKT sekaitan dengan sudah tersedianya obat cacing pita.
Dari pertemuan itu, Dekan mengimbau agar pada pertemuan pertama hanya sosialisasi dan pendataan apakah masih ada penderita cacing pita, sebab pengobatannya tidak sama dengan program pengobatan kecacingan.
"Setelah didata pada hari berikutnya, Tim FK UISU akan turun kembali mengadakan penelitian lanjut sambil pengobatan," tandasnya.

Secara terpisah, Rektor UISU DR Yanhar Jamaluddin MAP menjelaskan, hasil pemeriksaan Tim FK UISU ini merupakan bukti nyata dari program pengabdian kepada masyarakat dan dakwah Islamiyah UISU. Program PKM ini dilakukan adalah juga untuk mensinergikan dengan program Pempropsu dibidang kesehatan masyarakat.

"Hasil PKM ini menunjukkan adanya efek negatif bagi kesehatan manusia," ujarnya.

Tak hanya itu, Rektor juga mendukung langkah Tim FK UISU untuk pembuatan buku dan video dokumenter mengenai cacing pita Taenia Asiatica Simalungun.

"Sehubungan dengan itu, kami akan terus mendorong FK UISU untuk mengembangkan hasil penelitiannya dan mengaktualisasikannya melalui PKM edukasi kepada masyarakat. Begitu pula adanya keinginan FK UISU membuat film dokumenter tentang cacing pita ini. Saya rasa ini akan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap cacing pita dan efek negatifnya bagi kesehatan manusia," terangnya.

Rektor juga mengapresiasi Kemenkes RI dan Dinkes Provsu atas sinergitas yang ada saat ini.

"Selanjutnya hasil ini yang sudah ditanggapi serius oleh Pempropsu melalui Dinas Kesehatan Propsu dan Kemenkes, merupakan bukti sinergitas UISU dalam mendukung program Sumut Bermartabat Pempropsu di bidang kesehatan," tutupnya.