JAKARTA – Koruptor seharusnya divonis hukuman berat, seperti teroris, bahkan hukuman mati, seperti di China. Namun, sebetulnya koruptor lebih takut jika hukumannya berupa pemiskinan terhadap diri dan keluarganya. Sebab, hukuman badan ternyata tak memberikan efek jera. Nyata, meski banyak sekali koruptor yang masuk penjara, korupsi tetap jalan terus. Belum lagi masa hukuman penjara bagi koruptor cenderung lebih ringan dan tak sebanding dengan jumlah kekayaan yang dicuri.

Karena korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik lebih banyak tipologinya karena serakah. Jadi, memiskinkan koruptor merupakan sarana ampuh. Demikian diungkapkan, Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet yang merespon temuan ICW.

Dimana, tren penindakan korupsi selama 2019 dibanding 2017 dan 2018, terutama yang dilakukan Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) cenderung menurun.

Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet pun mendorong pemerintah dan lembaga pemberantasan korupsi untuk merumuskan strategi pencegahan praktik suap, dengan memperkuat sistem integritas badan publik.

Selain itu, ungkap Bamsoet, perlu mengefektifkan penggunaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pidana korporasi sebagai strategi mengoptimalkan pengembalian aset kejahatan korupsi dan pemiskinan pelaku.

"Mendorong kepada pemerintah untuk mengevaluasi keseluruhan mekanisme perizinan sektor sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup yang rentan terhadap praktik penyuapan dan menimbulkan kerugian multidimensi," kata Bamsoet, Rabu (19/2).

Mantan ketua Komisi III DPR yang membidangi hukum, hak asasi manusia (HAM), dan keamanan itu menambahkan pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejagung maupun Polri, lebih serius dan fokus dalam menerapkan konsep asset recovery.

"Ini dalam upaya memiskinkan pelaku korupsi agar menimbulkan efek jera, sebagaimana dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang berencana memprioritaskan asset recovery tersebut dalam rangka pengembalian kerugian negara," ungkapnya.***