MEDAN-Banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di tengah masyarakat tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Hal itu disebabkan kurangnya pemahaman atau rasa malu perempuan karena kasus kekerasan seksual masih dianggap sebagai aib.

Bahkan kekerasan seksual sering terjadi di moment valentine's day yang diperingati setiap 14 Februari. Seiring dengan hal tersebut, sejumlah komunitas jaringan perempuan menggelar kegiatan untuk Memperingati Hari Anti Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan, di Taman Ahmad Yani Medan, Jumat (14/2/2020).

Kegiatan itu diinisiasi Pesada serta sejumlah komunitas perempuan lainnya, yakni Forhati, PGSA UINSU, Fatayat NU, Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Sumut, Aliansi mahasiswa anti korupsi (Almansi), Kohati dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), mengambil tema "Stop Perkawinan Anak dan Dini Menuju Zero Violence Terhadap Perempuan Demi Mendorong Kepemimpinan Perempuan",

Kegiatan tersebut untuk mengedukasi para perempuan dan pelajar dalam menyikapi dan mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Jadi hari ini adalah hari perayaan anti kekerasan seksual yang dilakukan Persada bersama dengan jaringan kelompok perempuan. Karena kita melihat baik secara nasional, juga di daerah kita ini sangat tinggi sekali angka kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan,"ujar Berliana Purba Koordinator Pesada Wilayah Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah.

Walaupun sambungnya, sebenarnya kasus kekerasan ini seperti fenomena gunung es, banyak sekali kasus-kasus kekerasan seksual yang tidak terselesaikan. Artinya banyak persoalan kekerasan seksual yang sebagian masyarakat diselesaikan secara adat didamaikan, sebagai dikarenakan tidak berani melaporkan kepada pihak yang berwajib dengan berbagai faktor.

"Mungkin ketakutan kepada pihak yang berwajib kemudian ketidakberdayaan juga ke ketidakpahaman mereka mengenai hukum seperti itu. Jadi ini juga menjadi momen bagi kita sekaligus kampanye seluruh perempuan agar bergandengan tangan untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Jadi hari ini kita mengadakan kampanye ini,"ujarnya sebagai upaya peningkatan kapasitas perempuan muda.

Dia menambahkan berdasarkan hasil pendampingan Women Crisis Center Pesada di tahun 2019, ada 157 kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani.

Artinya untuk sumut dan di wilayah dampingan Pesada yang ada tersebar di 14 kabupaten, meski jumlahnya besar diperkirakan masih banyak lagi yang belum terungkap.

"Ya, mungkin banyak persoalan karena malu mungkin karena budaya dan lain sebagainya,"imbuhnya.

Sedangkan strategi untuk penanganan kasus ini agar perempuan yang mengalami kasus kekerasan,harus berani mengungkap kasus-kasus kekerasan yang dialaminya.

Ainun Mardiah dari Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Sumut, menyebutkan banyak kasus perempuan yang tidak terselesaikan dari pernikahan dini, pemerkosaan kekerasan seksual.

Sampai saat ini, di hari 14 Februari, orang anak-anak tuh terkesan dengan Valentine day, anak-anak diarahkan pada arah yang lebih positif.

Dengan era apa digital saat ini harus lebih selektif dalam pergaulan. Sehingga masa depan menjadi lebih ke motivasi.

"Menurut saya kita harus sebagai organisasi perempuan harus saling bergandeng tangan untuk terus berjuang untuk memperjuangkan generasi-generasi kita kedepan,"ujarnya.

Sedangkan Peranita Sagala, Ketua Forhati Sumut, menyebutkan di hari valentine days ini justru banyak terjadi kekerasan terhadap anak.

Karena ada pemaksaan dari pasangannya, disisi lain, di lingkungan anak muda sekarang kan jadi tren karena handphone TV media massa itu mengarahkan ke arah percintaan yang cenderung kearah negatif.

Sementara Ketua FPJI Sumut, Lia Anggia Nasution, menyebutkan sebagai wadah jurnalis perempuan, FJPI selama ini mendukung penuntasan kasus kekerasan perempuan melalui pemberitaan dengan harapan dapat mengungkap dan menuntaskan kasus-kasus tersebut ke ranah hukum sehingga dapat memunculkan efek jera bagi pelaku.

Dalam even ini dirangkai dengan berbagai kegiatan seperti bedah kasus, women talks, games, baca puisi, teatrikal, dari berbagai organisasi dan dampingan jaringan perempuan.