JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai Golkar Deddy Mulyadi mengungkapkan, kontur tanah di Indonesia memang tak banyak yang cocok untuk tanaman Bawang Putih, tapi tingginya harga komoditas ini tak lepas dari kenalakan para pengusaha.

"Alih-alih, bahwa yang menjadi problem kita itu adalah selalu terjadi kenakalan para pengusaha untuk membangun spekulasi harga. Ini kan yang seperti ini, yang terus-menerus terjadi," kata Deddy dalam diskusi bertajuk "Harga Bawang Putih Meroket, Rakyat Menjerit, Siapa yang Bertanggung Jawab?" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/2/2020).

"Jujur-jujuran saja," Deddy mengungkapkan, "bawang putih masih ada sekitar 130.000 ton di gudang-gudang para importir tahun yang lalu. Tinggal Satgas pangan sekarang operasi di seluruh daerah, kabupaten/kota dikerahkan, untuk mengetahui,".

"Kan barusan juga muncul lagi di salah satu media di Karawang. Mungkin bukan hanya disana tetapi masih ada dimana-mana," ujar Deddy.

Untuk itu, kata Deddy, mitra yang melakukan impor bawang putih harus terbuka kepada publik, "tidak boleh ada monopoli hanya beberapa perusahaan,".

"Sehingga publik bisa mengetahui, ini importirnya. Berapa puluh ribu ton yang diimpornya? Berapa ratus ribu ton? Setelah itu, gudangnya dimana saja?" tukas Deddy.

Dengan begitu, menurut Deddy, cukup bisa mencegah terjadinya spekulasi harga yang berdampak pada harga bawang putih di pasaran yang bisa mencapai Rp 60. 000 sampai Rp 70.000.

"Tinggal dibuat peta kok! Dijelasin! Kemudian di-posting di media sosial, orang mengetahui juga, selesai. Ini langkah yang berikutnya yang harus dilakukan," kata Deddy.

Itu bukanlah satu-satunya catatan Deddy soal Bawang Putih dalam diskusi yang juga dihadiri oleh Direktur Perbenihan Hortikultura Ditjen Hortikulura Kementan, Sukarman, dan Sudaryatmo (Pengurus Harian YLKI).***