JAKARTA - "Naturalisasi dilakukan di sungai yang sudah lebar, hanya mempercantik, dan tidak menambah kapasitas saluran air," demikian dugaan PSI DKI Jakarta.

"Kecurigaan ini terbukti di lapangan,” kata Justin Adrian, anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta dalam siaran pers yang diterima GoNews.co, Rabu (22/2/2020).

Diketahui, konsep naturalisasi sungai menjadi andalan Gubernur DKI Jakarta untuk menangani banjir. Rilis PSI menyebut, menurut Kepala Dinas Sumber Daya Air, salah satu proyek naturalisasi sungai yang sedang dikerjakan adalah di Kali Ciliwung segmen Sudirman-Pintu Karet, di samping Stasiun Kereta Api Bandara BNI City.

Di lokasi proyek, tampak beberapa bagian konstruksi beton yang menjorok ke sungai dan kerangka-kerangka besi pergola berwarna putih untuk spot foto. Proyek ini juga melakukan pembetonan di bagian yang sebelumnya ditumbuhi tanaman.

“Kalau memang ingin bangun taman instagramble di pinggir sungai ya silakan, tapi seharusnya sejak awal jujur saja ke rakyat. Jangan pakai anggaran program pengendalian banjir untuk belanja kosmetik!" kata Justin.

Justin mengingatkan bahwa pembangunan naturalisasi sungai di Kali CIliwung ini ada potensi melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 04 tahun 2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. Di dalamnya mengatur wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sungai antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta.

“Menurut aturan tersebut, Kali Ciliwung merupakan wilayah sungai lintas provinsi. Pada pasal 5 ditentukan bahwa wewenang dan tanggung jawab pengelolaannya di Kementerian PUPR. Gubernur DKI Jakarta tidak memiliki wewenang untuk melakukan pekerjaan konstruksi di situ tanpa izin Menteri PUPR. Apakah Pemprov DKI sudah meminta izin atau berkoordinasi ke Kementerian PUPR?” ucap Jusin.

Lebih lanjut, Justin menjelaskan bahwa perizinan diatur di dalam Peraturan Menteri PUPR No. 01 tahun 2016 tentang Tata Cara Perizinan Pengusahaan Sumber Daya Air dan Penggunaan Sumber Daya Air. Pada pasal 8 ayat 4 diatur bahwa perizinan dibutuhkan oleh kegiatan konstruksi prasarana sumber daya air yang dibangun oleh pemerintah.

Izin tersebut, menurut Justin, menjadi semakin penting karena proyek ini mempengaruhi kapasitas aliran sungai.

“Dari pantauan lapangan yang kami lakukan, ternyata pekerjaan tersebut mengambil lahan di dalam sungai dengan lebar sekitar 2-3 meter. Sungai menjadi tambah sempit. Bukannya membantu mengatasi banjir, tapi naturalisasi sungai malah mengurangi debit aliran air,” pungkasnya.***