MEDAN-Buruknya penyelenggaraan layanan kesehatan dibahas pada Fokus Grup Discussion (FGD) Jejaring Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Sebab, buruknya penyelenggaraan layanan kesehatan, ternyata masih menjadi keluhan yang tidak berkesudahan di tengah masyarakat Indonesia, khusunya di Sumut.

Ini terutama dirasakan masyarakat yang menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. “Atas dasar itulah, sehingga Ombudsman RI Perwakilan Sumut, menggelar FGD bersama simpul-simpul jejaring Ombudsman yang tergabung dalam Kedan Ombudsman, Sabtu (8/2/2020) di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut,” ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut, Abyadi Siregar.

FGD dengan tema ‘Layanan Kesehatan yang Belum Sehat itu, dihadiri belasan jejaring Ombudsman, antara lain Wali Kota Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Tebingtinggi Pratama Saragih, akademisi Sabar Surbakti, Jimmy Siahaan, Syahbudi (lawyer), Tanda Monang Pasaribu, Richard Thimoty, Lincoln Napitupulu (KSPM), dan sebagainya.

Dalam diskusi yang dimoderatori Abyadi Siregar itu, terungkap berbagai macam bentuk buruknya layanan kesehatan, sehingga meresahkan masyarakat, khususnya peserta BPJS.

Sebagai misal, seringnya dikeluhkan masyarakat tentang antrian panjang jadwal operasi di rumah sakit penerintah. Ini sangat sering dikeluhkan masyarakat. "Jadi, untuk operasi saja harus menunggu waktu yang lama. Bisa tiga bulan menunggu jadwal operasi," kata Pratama Saragih, Wali Kota LIRA Tebingtinggi.

Begitu juga ketiadaan ruangan untuk rawat inap (opname). Di beberapa rumah sakit pemerintah, masyarakat yang mau rawat inap, sering kecewa karena pihak rumah sakit selalu menyebut tidak ada ruangan untuk opname. Ruangan selalu dikatakan penuh. "Keluarga pasien juga sering mengeluh karena mereka hanya dilayani oleh koas. Jadi, bila emergensi, koas menelpon dokter untuk konsultasi," kata Edward Silaban, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Sumut.

Yang juga terungkap dalam FGD adalah, adanya dokter pemerintah (bertugas di RS pemerintah dan berstatus ASN), justru lebih banyak bertugas di rumah sakit swasta. "Sebagai dokter ASN, mereka mestinya lebih banyak waktunya bertugas di RS pemerintah. Tapi nyatanya, ada dokter yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), justru banyak waktu praktiknya di RS swasta," jelas Pratama Saragih.

Tanda Monang Pasaribu, salah seorang jejaring Ombudsman dari kelompok jurnalis, menyebutkan bahwa pelayanan buruk kesehatan juga banyak terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kabupaten/kota. “Dan, layanan buruk ini juga bukan hanya oleh rumah sakit pemerintah. Tapi juga rumah sakit swasta. Bahkan, layanan di rumah sakit daerah paling parah," jelas Monang Pasaribu.

Di rumah sakit daerah, lanjut Monang, bahkan yang menjadi persoalan adalah ketidaklengkapan alat-alat kesehatan (alkes). Sementara rumah sakit daerah, juga sangat sering kehabisan obat.

Dalam diskusi itu juga terungkap faktor-faktor yang diduga penyebab buruknya layanan rumah sakit. Misalnya, diyakini ini juga dipengaruhi oleh ‘macetnya’ pembayaran klaim rumah sakit ke BPJS.

Selain itu, ini juga dampak dari lemahnya pengawasan terhadap penyelenggara layanan kesehatan. "Kalau saja ada pengawasan yang ketat kepada rumah sakit, serta pengawasan kepada dokter yang tidak memberi layanan yang baik, pelayanan kesehatan ini pasti akan berubah. Apalagi ada sanksi tegas bagi yang melanggarnya," kata Gading Harahap, yang juga asisten Ombudsman Sumut.