MEDAN-Dalam pemberitaan terhadap perempuan khususnya perempuan (ibu rumah tangga) dengan HIV/AIDS, jurnalis perlu menghadirkan hati ketika meliput serta memahami kondisi mereka sebagai narasumber. Perbanyak pemberitaan yang solutif tentang apa yang harus dilakukan pemerintah, masyarakat ataupun para suami agar para ibu rumah tangga terlindungi dari HIV.

Hal ini disampaikan Sekretaris Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Khairiah Lubis dalam workshop Pemberitaan Perempuan dengan HIV bertema 'Penguatan Kapasitas Jurnalis dalam Memberitakan Kasus Perempuan, Ibu Rumah Tangga dan HIV yang digelar FJPI Sumatera Utara (Sumut) bekerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Citradaya Nita 2019 dan XL Axiata di Medan, Kamis (23/1/2020).

Khairiah mengatakan bahwa jurnalis perlu menggunakan jurnalisme empati dalam melakukan pemberitaan perempuan, terutama perempuan dengan HIV/AIDS. Pasalnya, stigma negatif terhadap perempuan dengan HIV/AIDS masih sangat kuat dalam masyarakat Indonesia, tak terkecuali di Sumut.

"Jurnalisme empati adalah suatu metode dimana kita berempati yakni ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jurnalisme empati ini berpihak kepada korban atau survivor. Media massa hendaknya memperbanyak liputan dari sisi inisiatif suami untuk melindungi istri dan memperbanyak berita edukatif tentang penularan HIV pada ibu rumah tangga," terangnya.

Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Sumut, Dr Yulia Maryani MKes menyebutkan, dari bulan Januari hingga Desember 2019 terdapat 2.473 kasus HIV yang ditemukan di Sumut dengan persentase penderita laki-laki 74 persen (1.836 orang) dan perempuan 26 persen (673 orang).

"Upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS harus terus dilakukan. Diantaranya, peningkatan pengetahuan komprehensif mengenai HIV pada kalangan remaja (pembentukan peer educator), pemeriksaan HIV pada calon pengantin, menawarkan tes HIV pada setiap ibu hamil dan pasien infeksi menular seksual, pembentukan kader-kader HIV di posyandu dan kelas ibu hamil serta kerjasama dengan lintas sektor dan lintas program dalam hal penanggulangan HIV/AIDS," pungkasnya.

Sementara, Head of Sales Greater Medan, Horas Lubis sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. Menurutnya, dengan pelatihan seperti itu masyarakat akan semakin memahami tentang HIV/AIDS.

“Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini. Sebab, selama ini banyak masyarakat yang belum memahami dan mengenal HIV/AIDS dengan baik, seperti bagaimana penyebarannya dan lainnya. Mudah-mudahan tujuan dari kegiatan ini untuk lebih mensosialisasikan tentang pemberitaan yang baik terhadap permasalahan HIV/AIDS dapat tercapai,” katanya.

Turut hadir pembicara lainnya yakni Aktivis Hapsari, Lely Zailani, Pendukung Sebaya Medan Plus, Afni dan Jurnalis Pemerhati HIV, Syaiful W Harahap melalui saluran teleconference.

Aktivis Media Watch, Syaiful Harahap mengatakan melalui saluran teleconference insiden infeksi baru HIV/AIDS kepada seorang ibu dan anak masih terus terjadi. Hal ini diyakini karena suami yang tertular melalui hubungan seksual dengan Pekerja Seks Komersial (PSK). Selain itu, tidak ada kewajiban bagi laki-laki untuk memeriksakan diri, selama ini penanganan oleh pemerintah pun terfokus hanya untuk wanita.

"Pemeriksaan pada laki-laki dewasa itu penting. Selama ini yang diperiksa hanya perempuan saja, PSK, atau ibu hamil. Padahal laki-laki yang mendatangi PSK. Bayangkan satu PSK bisa melayani lima laki-laki per hari. Lima laki-laki itu berisiko, atau tiga diantaranya tertular kemudian bisa ditularkan pada istri, terus menular ke anaknya. Maka yang harus ditekan dalam menekan mata rantai penularan HIV. Kalau menghentikan jelas tidak mungkin," pungkasnya.*