TOBASA-Komisi Nasional Perlindungan Anak.(KOMNAS PA) dengan Ketua Umum Arist Merdeka Sirait sebagai lembaga independen yang didirikan pemerintah tahun 1998 menyambut baik gagasan, dan amanat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam rangka percepatan memberikan layanan anak dan perempuan diberbagai daaerah serta dalam rangka memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak. Dalam pesan WA selulernya kepada Gosumut.com Selasa, (21/1/2020) Arist menegaskan Komnas Perlindungan Anak dan seluruh jajaran Lembaga Perlindungan Anak (LPA) yang ada di 179 Kabupaten/Kota dan Propinsi di NKRI menyambut baik visi dan misi serta nawacita Presiden RI yang disampaikan Presiden dalam Ratas para Menteri terkait dan lembaga untuk menyikapi maraknya kasus-kasus kejahatan terhadap anak dan perempuan di Indonesia serta mendorong dan menjadikan anak Indonesia sebagai anak yang mempunyai SDM unggul di masa depan.

"Untuk payung hukum akan perlindungan anak di Indonesia keluarlah Instruksi Presiden (INPRES) Nomor : 05 Tahun 2014 tentang : Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak (GN-AKSA).menyikapi INPRES tersebut Mendagri memberikan tempo waktu 3 bulan kepada paea Walikota, Bupati dan Gubernur membentuk UPTD dan Alokasi Dana untuk Perlindungan anak dan Perempuan di daerah Masing masing," ungkap Arist.

Namun dalam kenyataannya hingga sekarang INPRES ini tidak berjalan atau terlaksana dan bahkan terkesan diabaikan oleh para Kepala Derah Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi.

Lanjut Arist, dengan terabaikannya Inpres Nomor : 05 Tahun 2014 tentang : Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak (GN-AKSA) menjadi salah satu kendala dimana tidak ada kemauan dan kemauan politik ( "political will") dari para pejabat yang telah diberikan hak dan kewenangannya dalam mengelolah pemerintahan baik di daerah maupun di Pusat.

INPRES Nomor : 05 Tahun 2014 tentang : Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual Terhadap Anak (GN-AKSA) dengan tegas mengamanahkan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Propinsi diwajibkan memfasilitasi berdirinya Rumah Aman bagi anak sebagai saksi dan korban serta menyediakan anggaran yang cukup untuk kegiatan perlindungan anak yang dialokasikan kedalam anggaran daerah dan nasional.

Program tersebut di kuatkan pada pasal 22 UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang berbunyi " negara pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan dukungan sarana prasarana dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak, Walikota, Bupati dan Gubernur berkewajiban menyediakan anggaran, sarana dan prasarana serta Sumber Daya Manusai (SDM) bagi lembaga perlindungan anak, organisosial kemasyarakatan dan organisasi-organi sasi sosial anak lainnya.

Sesuai dengan amanat UU RI Nomor : 35 Tanun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan serta Inpres Nomor 05 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap anak adalah sudah menjadi kewajiban pemerintah Daerah untuk melindungi anak dari tindak kekejaman dan dari segala bentuk perampasan kemerdekaan dan hak hidup anak dalam berbagai tindakan kekerasan serta penyiksaan.

"Saya mengkhawatirkan, jika keadaan anak Indonesia tidak cepat dilakukan penanganannya maka bagsa Indonesia bisa kehilangan generasi Bangsanya (lost generasi) dan jati dirinya sebagai bangsa beradat dan beradab," ucap Arist.

"Akibat terabaikannya INPRES NO.05 Tahun 2004 berbagai kasus kejahatan terhadap anak diberbagai Daerah marak terjadi.hal dibuktikan dalam kurun waktu memasuki minggu ketiga Januari 2020 telah terjadi berbagai kasus kasus kejahatan seksual yang dilakukan dengan bergerombol (GengRAPE).peristiwa ini terjadi diberbagai daerah Nusantara NKRI," ungkapnya dalam kekhawatirannya.

Kembali Arist Mengungkapkan, pada Minggu pertama tahun 2020,di Sukabumi telah terjadi kejahatan seksual dalam bentuk sodomi terhadap 15 anak usia dibawah 10 tahun.

Berikut 8 orang (6 orang dewasa dan 2 masih usia anak) melakukan kejahatan seksual dengan cara bergerombol terhadap seorang siswi kelas I SMP, setelah sebelumnya korban dipaksa minum alkohol dan obat-obatan terjadi di Garut Prop.Jawa Barat.

Mirisnya lagi, seorang guru di Malang yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom bagi anak didiknya melakukan kejahatan perbuatan cabul terhadap 40 muridnya yang masih duduk di bangku SD dengan cara sodomi, selanjutnya seorang pengasuh Ponpes di Jawa Timur diduga melakulan kejahatan seksual berulang-ulang dengan ancaman kekerasan terhadap santrinya.

Saat ini yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat luas ditemukannya kasus terhadap 11 orang anak dibawah umur menjadi korban predator seks di Tulung Agung. Untuk pemeriksaan dan pengembangan lebih lanjut akan Kedua kasus tersebut sudah di ambil alih Polda Jawa Timur guna untuk penanganannya,.

"Tidak jauh berrbeda dengan kejadian kasus kekerasan dan kejahatan Seksual trhadap anak di bawah umur sebagaimanan di berbagai daerah yang sudah terjadi, 4 kasus kejahatan seksual yang dilakukan dengan cara bergerombol (GangRAPE) terjadi di wilayah Hukum Polres Toba Samosir Sumatera Utara Kawasan Danau Toba (KDT) serta satu kasus gengRAPE di Kabupaten Samosir.belum lagi berbagai kasus kerusakan mental dan jiwa anak akibat ketergantungan Gaway, Gajet dan game online serta Pornografi,"ungkap Aris Merdeka Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Indonesia.

Menyikapi berbagai kejadian akan kejahatan terhadap Anak dan Perempuan , Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal Pol (Purn) Prof. DR H.M Tito Karnavian PhD akan menggalakkan peranan Pemda (Kabupaten/Kota dan Propinsi) di dalam memberikan perlindungan terhadap Anak dan Perempuan dari berbagai kejahatan dan tindak kekerasan, hal itu dikatakannya di Jakarta Senin 20 Januari 2020.

Ditegaskan Mendagri Tito, Perempuan dan anak adalah kelompok masyarakat paling rentan terhadap kekerasan dan kejahatan, baik secara fisik,verbal maupun kekerasan psikologis serta kekerasan seksual untuk itu mereka harus dilindungi.

"Dalam perlindungan tersebut adalah merupakan Tugas dan tanggung jawab Pemerintah secara khususnya Pemerintah Daerah untuk melindungi kelompok rentan ini agar mereka terhindar dan terbebas dari ancaman kekerasan baik bersifat domestik maupun dari lingkungannya," tegas Mendagri Tito mantan Kapolri tersebut.*